Sabtu, 13 Agustus 2022

MENGENAL SOSOK IMAM JA’FAR ASH-SHADIQ GURU RUHANI SYEKH THOIFUR ABU YAZID AL-BUSTAHMI

 


MENGENAL SOSOK IMAM JA’FAR ASH-SHADIQ

GURU RUHANI SYEKH THOIFUR ABU YAZID AL-BUSTAHMI


Selain ada pada jalur Tarekat Thaifuriyah, Imam Ja’far Ash-Shadiq tertulis juga didalam sanad silsilah masyayikh tarekat Naqsyabandiyah setelah Imam Al-Qosim bin Muhammad ( Kakek ). Beliau juga tertulis didalam sanad silsilah masyayikh Qadiriyah-Naqsyabandiyah dan tarekat Syathariyah setelah Imam Muhammad Al-Baqir ( Bapak ).

Setelah itu Imam Ja’far As-Shadiq menurunkan kepada Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami, lalu kepada Muhamamd Al-Maghribi, pada silsilah Syathariyah. Sedangkan Imam Ja’far Ash-Shadiq juga menurunkan kepada murdinya yang lain ( putra ), yakni kepada Imam Musa Al-Kazhim pada silsilah Qadiriyah-Naqsyabandiyah. Untuk kejalur Naqsyabandiyah, Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami menurunkan kepada Syekh Abu Hasan Al-Khirqoni.

Baik tarekat Syathariyah ataupun Qadiriyah-Naqsyabandiyah, adalah cabang tarekat Imam Ali dari jalan Imam Husein bin Ali. Sedangkan Naqsyabandiyah melalui jalur Sayidina abu Bakar As-Sidiq. Dan untuk Syathariyah, ada yang menulis kepada Imam Hasan bin Ali, dan juga Imam Husein bin Ali.

Begitupun dengan tarekat Akmaliyah, Imam Ja’far Ash-Shadiq, dan juga muridnya yaitu Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami, tercatat didalam sanad silsilah tarekat tersebut. 

Abul Hasan Ali Al-Hujwiri, pengarang Kasyful Mahjub, salah satu guru tarekat Junaidiyah dari jalan Abul Fadhal Muhammad bin Hasan al-Kuttali, menyebut bahwa Imam Ja’far Ash-Shadiq itu sangat terkenal di antara syekh sufi, karena kedalaman ajarannya dan pengetahuannya akan kebenaran spiritual, dan beliau telah menuliskan buku terkenal yang menjelaskan tentang sufisme.

Menurut Al-Hujwiri, terdapat riwayat yang menjelaskan bahwa Imam Ja’far ash-Shadiq berkata: “Siapapun yang mengetahui Allah, maka dia berpaling dari semua yang selainnya.” Orang arif berpaling dari yang lain (kecuali Allah) dan terputus dari semua urusan duniawi, karena pengetahuannya (makrifat) adalah sesuatu yang nakirah, karena nakirah bagian dari pengetahuannya, dan pengetahuan menjadi bagian dari nakirah-nya. Dengan demikian orang arif terpisah dari manusia dan pikiran tentangnya, dan dia menyatu dengan Ilahi. Yang lain tidak memiliki tempat di hatinya, sedikitpun tidak boleh mengalahkan perhatiannya, dan eksistensinya tidak memiliki arti apa-apa baginya, dan bahwa dia harus menghilangkan ingatan pikiran darinya.”

Al-Mizzi dalam Tahdzibul Kamal menyebut nama lengkapnya adalah Ja’far bin Muhammad bin Ali bin al-Husain bin Ali bin Thalib. Dengan mengutip Abu Bakar Al-Jabir dan Al-Lalika’i menyebut beliau dilahirkan tahun 80 H. (697 M.). Beliau memiliki hubungan dengan keluarga Imam Ali dari jalur ayah, dan dari jalur ibu memiliki hubungan dengan keluarga Sayyiduna Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Ibunya bernama Ummu Farwah binti Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq. Nama Ummu Farwah itu adalah Asma binti Abdurrahman bin Abu Bakar Ash-Shiddiq. Oleh karena itu, Al-Munawi dalam Al-Kawakibu Ad-Durriyah fi Tarajim Sadatish Shufiyah dan Al-Mizzi dalam Tahdzibul Kamal mengutip pernyataan Imam Ja’far Ash-Shadiq, berhubungan dengan keluarga Sayyiduna Abu Bakar Ash-Shiddiq: “Abu Bakar telah melahirkan saya dua kali.” Dari sini dapat dipahami bahwa Imam Ja’far Ash-Shadiq adalah cucunya Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, dari jalur ibunya.

Imam Ja’far mengambil ilmu dari banyak para tabiin, di antaranya sebagaimana disebut Al-Mizzi, adalah kakeknya sendiri (dari pihak ibu) yaitu Al-Qasim bin Muhammad, ayahnya sendiri yang bernama Muhammad Al-Baqir. Menurut sumber lain, disebutkan bahwa Imam Ja’far Ash-Shadiq sempat bertemu dengan beberapa sahabat yang berumur panjang, seperti Anas bin Malik dan Sahl bin Said.

Orang-orang dan tokoh yang mengambil ilmu dari Imam Ja’far Ash-Shadiq, dan menjadi muridnya banyak sekali, dan di antaranya adalah, Aban bin Taghlab, Isma`il bin Ja’far, Hatim bin Isma`il, Al-Hasan bin Iyasy, Al-Hasan bin Shalih, Abu Bakar bin Iyasy, Sufyan ats-Tsauri, Sufyan bin `Uyainah, Said bin Sufyan Al-Aslami, Sulaiman bin Bilal, Syu’bah bin Hajjaj, Malik bin Anas, Muhammad bin Ishaq bin Yasar, Musa bin Ja’far al-Kazim, Abu Hanifa an-Nu’man, Wuhaib bin Khalid, Syekh thoifur Abu Yazid Al-Bustahmi ( secara ruh ) dan masih banyak lagi yang lainnya.

Integeritas Imam Ja’far Ash-Shadiq diakui banyak pakar sufi dan para fakih. Musab bin Abdullah bin Zubair dari Ad-Darwadi mengatakan, “Malik tidak meriwayatkan dari Imam Ja’far sampai munculnya Bani Abas.” Imam Syafi`i menyebut Ja’far Ash-Shadiq sebagai tsiqatun. Yahya bin Ma`in menggelarinya tsiqatun. Riwayat-riwayat yang disandarkan dari perkataan Imam Ja’far, dan dikutip Al-Mizzi menyebutkan, beliau mengakui kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, dan berlepas diri dari orang yang tidak mengakuinya

( kaum syi’ah ).

Selain memiliki murid-murid di bidang hadist dan fikih, Imam Ja’far memiliki murid-murid tarekat, yang terkenal dan bertahan periwayatan sanadnya hingga sekarang ada dua, Imam Musa Al-Kazhim dan Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami.

Dari Syekh Abu Yazid menjadi Thaifuriyah, Naqsyabandiyah, Syathariyah, Akmaliyah, dan dari Imam Musa Al-Kazim menjadi Qadiriyah-Naqsyabandiyah.

Di antara beberapa keramat Imam Ja’far Ash-Shadiq, cukup banyak dan disebutkan dalam banyak kitab thabaqat sufi, dan di antaranya disebutkan Al-Munawi dalam Al-Kawakibud Durriyah dan Abdul Wahab Asy-Syarani dalam Ath-Thabaqatul Kubra. Abdul Wahab Asy-Sya’rani menyebutkan, “Setiap kali dia membutuhkan sesuatu dia mengatakan, “Duhai Tuhan, Duhai Tuhan, aku membutuhkan sesuatu.” Sebelum doanya selesai ditengadahkan, sesuatu yang diminta Imam Ja’far itu sudah ada di sampingnya.”

Al-Munawi memperkuat cerita keramat Imam Ja’far Ash-Shadiq, berdasarkan kesaksian dari Al-Laits bin Sa`ad yang bercerita, “Pada tahun 113 H, aku berhaji ke Makkah. Pada suatu hari setelah shalat ashar, aku naik ke puncak Jabal Abu Qubais. Tiba-tiba aku melihat seseorang ( Imam Ja’far Shadiq ) yang duduk bersimpuh sambil berdoa, “Ya Rabb, ya Rabb sampai (hampir) terputus nafasnya.” Kemudian berkata, “Ya Hayyu Ya Hayyu, sampai (hampir) terputus napasnya.” Kemudian dia berkata “Ilahi aku ingin buah anggur segar, maka berilah aku makan yang engkau ciptakan.” Al-Laits kemudian berkata: “Tatkala perkataannya telah selesai, aku melihat wadah yang penuh anggur”.

Sedangkan beberapa perkataan Imam Ja’far Ash-Shadiq dijadikan pegangan banyak ulama sufi, para pejalan di jalan Allah , dan para fakih, di antaranya disebutkan al-Munawi dan Abdul Wahab asy-Syarani,

“Tidak akan sempurna makrifat yang diketahui kecuali dengan tiga perkara, engkau mengecilkan dalam pandanganmu (amalanmu jangan dilihat terus menerus sebagai hal besar), engkau menyembunyikannya (dirimu dipendam dengan berbagai amal, wirid, dan tafakur), dan engkau menyegarkannya (selalu ingat untuk melakukan kebaikan)”

“Tidak ada musibah yang paling besar daripada kebodohan.”

“Barangsiapa yang bersahabat dengan sahabat pelaku kekejian atau keburukan, dia tidak akan selamat, barangsiapa yang masuk ke tempat keburukan, dia akan dituduh, barangsiapa yang tidak memiliki lisan (untuk terus berbicara), dia akan banyak melakukan penyesalan.”

“Saat dunia menghampiri seseorang, maka dunia akan memberinya kebaikan-kebaikan orang lain. Apabila dunia berpaling darinya dunia akan memotong/mencabut kebaikan-kebaikan dirinya.”

“Barangsiapa yang lambat rizkinya perbanyaklah istighfar.”

“Allah pernah berwahyu kepada dunia, agar melayani orang-orang yang melayani Allah , dan mempersulit orang-orang yang menjadi pelayan dunia.”

“Jika kamu melakukan dosa, maka perbanyaklah istighfar, karena kesalahan-kesalahan itu akan dikalungkan di leher seseorang sebelum diciptakan. Serusak-rusaknya suatu kerusakan adalah melanggengkan perbuatan dosa.”

Imam Ja’far Ash-Shadiq wafat di Madinah pada tahun 148 H, dengan meninggalkan banyak murid yang tersebar di banyak wilayah, baik dalam periwayatan hadist, fikih dan tarekat. Dalam hal tarekat, Imam Ja’far Ash-Shadiq selain dihubungkan dengan silsilah tarekat di atas, yang lebih dikenal adalah memberikan tarekatnya kepada Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami, juga dikenal memberikan tarekat Imam Ali kepada anaknya, yakni Syekh Musa Al-Kazhim dan diturunkan kepada Syekh Ali Ar-Ridha, dan diturunkan kepada Syekh Maruf Al-Karkhi dan seterusnya, sebagaimana tradisi ini dipercayai dalam silsilah Qadiriyah-Naqsyabandiyah.

Imam Ja’far Ash-Shadiq wafat tahun 148 H. (765 M.) Anak-anak beliau menurut kitab Syamsuzh Zhahirah ada 13 laki-laki dan 7 perempuan.


sumber : Kitab Suluk Raden Syair Langit Dan Ajaran Tarekat Thaifuriyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Film Kolosal Prahara Keris Jala Sutra ( the series ) Karya Raden Syair Langit

  Sebuah karya film berjudul Prahara Keris Jala Sutra ( the series ) yang akan ditayangkan setiap hari jumat siang di channel youtube Lawang...