SULUK RADEN SYAIR LANGIT
Ngelmuning Roso, Rosone Sajatining Urip
Aku berjalan diatas udara,
Air mengalir dibawah kakiku,
Kulewati waktu dengan bijaksana,
Kutembus tujuh tahapan dengan jalan yang berdebu
Bismillahirrahmanirrahim.
- Aku Berjalan Diatas Udara
Perjalanan seseorang saat ingin mencapai makrifat kepada Allah, maka dia akan mengalami beberapa halangan yang begitu besar, semua itu bisa diraih melalui cara-cara yang tidak mudah. Seorang Salikin akan menempuh dan menempah dirinya dengan berbagai tarbiyah yang luar biasa berat. Oleh karena itu, banyak sekali para pencari kesejatian hidup, saat seorang manusia ingin sampai kepada Tuhannya, dia akan merasakan perjalanan yang tidak sama dengan manusia pada umumnya, dan tak sama seperti kebiasaan lainnya.
Terkadang terjadi perkara yang tidak pernah terduga pada diri seorang pencari Tuhan. Namun semua itu bukan berarti ada perbedaan dalam aturan yang telah diberikan Allah terhadap haq dan kewajiban manusia, sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW. Perbedaan itu lebih cenderung terhadap cara penempuhan, karena mereka akan merasakan sesuatu yang akan membuatnya merasakan penempahan hidup yang tidak bisa dirasakan oleh orang-orang biasa yang tidak ada keinginan sama sekali didalam hatinya untuk sampai kepada Allah.
Banyak manusia yang hanya mengikuti hawa nafsu duniawinya, tanpa mau mengerti tentang sajatining urip ( kesejatian hidup ), dan tidak ada keinginan untuk sampai pada puncak hakikat makrifatullah.
Itulah makna dari perjalanan diatas udara, perjalanan yang berbeda, saat orang lain bumi menjadi pijakan kaki, tapi seorang pencari Tuhan justru menjadikan udara sebagai tempat untuk melangkahkan kaki ( Bahasa kias yang memilik arti ).
Falsafah kalimat pertama yang mengatakan aku berjalan diatas udara, adalah sesuatu hal yang menunjukan perbedaan terhadap apa yang dialami oleh seorang pencari cinta Allah, dan apa yang dialami oleh orang biasa yang tak pernah mau menempuh ataupun tidak sama sekali berniat untuk mengenali Tuhannya yaitu Allah ‘Azza Wa Jalla, dalam arti lain, banyak umat Islam yang menjadikan Agama hanya budaya, dan menjadikan Agama hanya dalam status hidupnya saja, tanpa peduli terhadap hakikat sebenanrnya yang harus dicari dari Agama itu sendiri.
اَلَّذِيْنَ يَظُنُّوْنَ أَنَّهُمْ مُّلاَقُوْا رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya,
(Al-Baqarah, 2: 46).
- Air Mengalir Dibawah Kakiku
“Seorang mukmin sejati adalah orang yang mengamalkan syare’at dan hakekat secara bersamaan, tanpa meninggalkan salah satunya. Syare’at tanpa hakekat adalah kesia-siaan, dan hakekat tanpa syare’at adalah zindiq, sedangkan lintasan diantara keduanya adalah tarekat”.
Penempahan seseorang dalam perjalanannya mencari Allah, akan menempuh beberapa cara yang harus membuatnya sangat berhati-hati, karena bila salah melangkah, bukannya kesejatian hidup yang dia dapat, namun justru ia akan tersesat. Jika jalan yang ia tempuh benar, maka tujuannya akan terlaksana, sehingga berhasil menempuh puncak kesempurnaan yaitu hakikat makrifatullah. Biasanya, seseorang ketika menempuh perjalanan menuju hakikat makrifatullah, dia akan mendapatkan bisikan-bisikan sesat dari Iblis laknatullah. Ingatlah, semakin tinggi iman seseorang, maka Iblis tidak akan pernah ridho dan akan terus berusaha menaklukan si pengelana, agar masuk kepada kesesatan yang terkadang melalui cara yang samar.
Iblis tidak akan hanya menggodanya dengan kemaksiatan, karena si penempuh sudah termasuk orang-orang yang kuat menghindari maksiat, tapi Iblis akan membisikan rasa-rasa yang bisa membuatnya sesat, diantaranya rasa kepemilikan yang berarti apa yang ia lakukan adalah kepemilikan yang seakan tidak boleh disamakan dengan orang lain. Begitupun dengan rasa keakuan seakan-akan apa yang ia jalani adalah atas kemampuannya sendiri ( belum mampu melepas keakuan ).
Iblis akan terus menjerumuskan sampai seorang salikin merasakan sesuatu yang menurutnya adalah benar dan menurutnya adalah jawaban cinta dari Allah, sehingga dia akan memakai kesombongan milik Allah yang padahal itu adalah sebagai selendang-Nya, dan keangkuhan milik Allah yang padahal itu adalah sebagai mahkota-Nya.
Salikin akan merasakan rasa-rasa yang berbeda, ia merasa terlepas dari cengkraman duniawi, ia akan melihat kecilnya makhluk, ia akan melihat tingginya hati sang pemilik yaitu dirinya sendiri, ia akan membedakan apa yang ia miliki dengan apa yang orang lain miliki semisal dari urusan hukum Syare’at.
Salah satu contoh yang sering terjadi tapi mengandung kesesatan, seorang salikin akan sangat membenci orang-orang yang tidak melakukan sholat, seorang salikin akan sangat membenci terhadap orang-orang yang ingkar terhadap Allah, ia akan melakukan apapun untuk membela keagungan Allah, tapi bisikan sesat dikarenakan keangkuhan sudah menguasainya, justru ia malah meninggalkan sholat itu sendiri, baginya sholat adalah wajib bagi mereka yang belum mengenal Allah, tapi bagi ia sendiri, ia akan merasakan kenikmatan sholat tanpa melakukan sholat, ia akan merasakan nikmatnya ibadah haji, tanpa ia melakukan ibadah haji. Sehingga ia berfikir bahwa sholat bagi orang-orang sepertinya adalah tanpa perlu melakuan ritual sholatnya, bahkan ada yang menyebut cukup di niat. Itulah contoh kesesatan sang penempuh kesejatian pencari Tuhan yang tergelincir pada kesesatan, seakan-akan ia merasakan puncak iman yang sempurna, namun justru ia telah gagal, sesat dan bahkan menyesatkan. Begitulah Iblis, dia akan menghasut manusia dengan cara kasar dan cara halus.
Barangsiapa yang ingin bertarekat menuju Allah SWT, dan berperilaku mengikuti Rasulullah SAW, menyerupai orang-orang sholeh dengan mendaki tangga-tangga mereka, maka salik wajib membersihkan ahlak-ahlak yang tercela (takhalli). Menghiasi akhlak dengan sifat-sifat keutamaan dan terpuji yang bisa mendekatkan kepada Allâh SWT, seperti memperbanyak ibadah, bersikap baik, tawadhu, sabar, pemaaf ( tahalli ) ridha terhadap yang terjadi, ikhlas dalam amal ibadah, dan sifat-sifat iman yang bisa membawa salik naik ke tangga-tangga yang luhur, sehingga sampailah dia pada ( tajalli ).
Jika salik sudah berakhlak dengan hal-hal tersebut, maka Allah SWT akan memanggilnya “Wahai Hambaku”, lalu salik menjawab “aku penuhi panggilan-Mu”, dengan bersunggguh-sungguh, dan orang yang menyatakan kebenaran, semua itu di sandarkan kepada Allah SWT. Hal inilah yang di maksud dengan ibadah yang khusus (ubudiyah al-khas), definisi ibadah (secara umum) adalah menyembah kepada Allah yang maha mengasihi kepada semua mahluk-Nya.
Jadi, seorang salikin harus benar-benar berhati-hati dalam menempuh perjalanannya. Ingatlah, hal-hal yang merusak aturan yang telah ditentukan itu adalah salah satu tipu muslihat Iblis, seakan terasa benar, terlihat benar, terdengar benar, padahal ia telah jatuh terhadap jurang kesesatan. Maka berhati-hatilah, air mengalir dibawah kakiku pada kalimat kedua di suluk ini, adalah suatu ungkapan yang memperlihatkan bahayanya bagi orang yang berkelana mencari Tuhanya, atau sering kita sebut sebagai seorang salikin.
Air mengalir dibawah kakiku, saat tidak berhati-hati, maka kita bisa tergelincir dan tenggelam didalam lautan kesesatan. Semua itu akan terlihat samar dan terlihat benar. Seorang Salikin akan merasakan betapa takutnya ketika air mengalir dibawah kakiknya atau pijakannya. Maka jalan satu-satunya, bagi penempuh kesejatian hidup, para pengelana yang haus akan cinta Allah, adalah tetap berpegang teguh pada aturan yang sudah Allah tentukan, dan dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW.
Tarekat dan hakekat bergantung pada (pengamalan) syare’at. Keduanya takkan tegak dan hasil tanpa syare’at. Sekalipun derajat dan kedudukan seseorang sudah mencapai tingkat yang sangat tinggi, dan ia termasuk salah satu Wali Allah, ibadah yang wajib sebagaimana diamanahkan dalam Al-Qur’an dan sunnah tidak gugur darinya,”
( Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, didalam kitab Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiya ).
- Kulewati Waktu Dengan Bijaksana
Pada kalimat ketiga didalam Suluk Raden Syair Langit ini, tertulis indah tentang kalimat kulewati waktu dengan bijaksana, dimana kalimat itu mengartikan tentang kepahaman pengelana kesejatian hidup, pada apa yang dia lalui, dia lewati, dia tempuh dan dia jalani. Semua akan terasa indah ketika mata hatinya yang terdalam telah mampu melihat dan menembus segala sesuatu yang belum tentu bisa ditembus oleh orang biasa ( mukasyafah ). Ia akan merasakan adanya Allah ‘Azza Wa Jalla pada setiap waktu yang dilewatinya.
Seorang salikin tidak akan mudah tergelincir karena ia merasakan ketenangan hati yang begitu dalam, yang ia tempuh dengan kebijaksanaan, dan mengikuti aturan yang telah di tentukan oleh Yang Maha Menentukan. Semuanya ia jalanai dengan keindahan, semuanya akan terlihat begitu dalam dan penuh dengan arti pada setiap apa yang ia temui, bukan hanya manusia, tapi seluruh makhluk ciptaan Allah yang ada di alam semesta ini. Kebijaksanaannya terlahir dari mengertinya ia terhadap hakikat didalam hidupnya ( sajatinign urip ), kebijaksanaannya ia raih atas hasil perjalanannya untuk mendapatkan jawaban dari Sang Maha cinta Allah ‘Azza Wa Jalla. Begitu dalam, sulit terungkap dengan tulisan, bagaimana mencerminkan seseorang ketika sang pencari cinta Allah, sedang bercinta dengan Pemiliknya. Tumbuhlah ketentraman dan kedamaian pada lahiriyah dan bathiniyahnya, karena kebijaksanaan telah berhasil ia tempuh.
Pada tahapan ini ia akan semakin mudah mencapai apa yang ia tuju, bercinta dengan Allah, tertumpah ruah selalu dengan Allah, dari Allah, untuk Allah, dan kembali kepada Allah.
Tahapan ini adalah tahapan bagi seorang salikin, saat dia sudah menempuh perjalanannya.
Dia mau mencari ( Aku berjalan diatas udara ), saat dia mencari dia-pun berhati-hati ( Air mengalir dibawah kakiku ). Dia berkata ( Kulewati waktu dengan bijaksana ), karena mau mencari, dan berhati-hati saat mencari, yang pada akhirnya dia menemukan, dia menemukan, dia menemukan.
“Al-Arif billah adalah orang yang dengan tauhid, kepercayaan, tawakal, dan kepasarahannya kepada Allah mencapai derajat di mana kehendak-kehendaknya fana dalam kehendak/iradah-Nya, sebab-sebab atau alasan lenyap di bawah kuasa-Nya, dan semua yang tampak meleleh pada cahaya terang penyaksian-Nya”.
( Syekh Said Ramadhan Al-Buthi )
- KutembusTujuh Tahapan Dengan jalan yang Berdebu
“Barangsiapa yang mengenali dirinya, maka ia akan mengenali Tuhannya, dan barangsiapa yang mengenali Tuhannya maka binasalah (fana) dirinya.
Setelah para pencari cinta Allah berjalan dalam penempuhan dan penempahannya, ia akan masuk pada puncak kepahaman ngelmuning roso, rosone sajatining urip ( ilmu rasa dan ilmu kesejatian hidup ), dimana posisi itu adalah maqom luhur dan agung, karena ia sudah memahami sejatinya hidup, ia telah mengenali dirinya sendiri, dan ia juga telah mengenali Allah sebagai Penciptanya.
Ia pun akan masuk dan memahami, juga menjalankan elmu roso, yaitu ilmu mulia tentang kesejatian rasa, yaitu puncak kecintaan seorang hamba yang tidak lagi terganti dengan apapun, tidak tergeser oleh apapun, dan tidak terpengaruh oleh badai kehidupan sebesar apapun, karena baginya hanya Allah-lah yang ia cinta, hanya Allah-lah yang ia damba, dan walaupun ada rasa cinta terhadap selain Allah semisal cinta terhadap makhluk, semua itu didasari dengan cintanya karena Allah, maka jelas, semuanya benar-benar untuk Allah, cinta terhadap makhlukpun karena Allah. Semua itu membuktikan bahwa ia berhasil melewati dan menembus tujuh tahapan yang telah ia jalani, telah ia tempuh, telah ia lewati dan juga sedang ia nikmati.
Ingatlah, mengenal Allah itu bukanlah dengan mata, telinga ataupun diraba. Namun mengenal Allah itu hanya bisa dilakukan dengan rasa ( elmu roso ) maka orang yang sampai kepada maqom ngelmuning roso rosone sajatining urip, walaupun posisinya baru berada di maqom muhadhoroh, maka ia akan benar-benar sudah sampai pada tahapan ber-makrifat kepada Allah, walaupun baru ditahap dasar. Apalagi jika posisinya sudah berada di maqom mukasyafah dan musyahadah.
Muhadhoroh merupakan kehadiran hati, selanjutnya setelah itu terjadi mukasyafah, yakni kehadiran hati yang disertai kejelasan (ketersingkapan), lalu timbulah musyahadah, yakni kehadiran Al-Haqq (dalam hati) tanpa bingung dan linglung.
Apabila “langit sirri” (rahasia ke-Tuhanan) bersih dari “mendung”, maka “matahari kesaksian” akan muncul atau terbit dari bintang kemuliaan.
Hakikat musyahadah seperti yang dikatakan Imam Al-Junaidi,
“Wujud Al-Haqq bersama kelenyapanmu. Salik yang mengalami muhadhoroh terikat dengan ayat-ayat-Nya. Salik yang mencapai mukasyafah dilapangkan dengan sifat-sifat-Nya. Dan Salik yang memiliki musyahadah ditemukan dengan Dzat-Nya.
Salik yang muhadhoroh akalnya menunjukannya. Salik yang mukasyafah ilmunya mendekatkannya. Dan salik yang musyahadah makrifatnya menghapusnya.” Tidaklah bertambah penjelasan mengenai hakikat musyahadah kecuali diperkuat dengan apa yang diutarakan.
Inti ucapan yang disampaikannya adalah menerangkan bahwa hakikat musyahadah adalah cahaya-cahaya tajalli yang datang susul-menyusul pada hati salik tanpa disusupi mendung dan keterputusan, sebagaimana susul-menyusulnya kedatangan kilat.
Malam yang gelap gulita dengan disertai kilat yang datang susul-menyusul dan sambungmenyambung dapat menjadikannya terang seperti dalam siang.
Demikian juga hati jika senantiasa diterangi dengan keabadian tajalli, maka kenikmatan “anugerah siang” (kiasan tentang kontinuitas anugerah ke-Ilahian dan ketersingkapan ke-Tuhanan dengan pemanjangan waktu siang hingga menjangkau malam hari) akan selalu mengada, sehingga malam tidak lagi ada.
Mereka bersyair, “malamku dengan wajah-Mu terbit bersinar cahaya”.
Kegelapannya pada manusia berjalan di waktu malam. Manusia dalam kepekatan malam yang gelap gulita sedang kami dalam cahaya siang yang terang benderang.”
Dalam sebuah syair klasik juga dikatakan,
“Ketika menjadi terang pagi hari cahayanya memancar dengan sinar-sinar yang berasal dari pantulan, sinar-sinar bintang meminumkan pada mereka segelas demi segelas, saat cobaan membakar sehingga membuatnya terbang secepat orang yang pergi menghilang. Gelas apapun akan mencabut mereka dari akarya dan membuat mereka fana’ (hancur). Gelas menyambar mereka dan tidak membiarkan mereka, tetap dalam keberadaan. Padahal tidak ada gelas yang menetapkan dan memercikkan mereka. Gelas yang mencabut mereka secara keseluruhan dan tidak sedikit pun tulang-belulang manusia yang masih membekas dan ada.”
Adalah juga seperti yang dikatakan Ulama Sufi,
“Mereka berjalan di malam hari tidak tetap, tidak membekas dan tidak meninggalkan jejak.”
Jika melihat dari syair-syair di atas, maka sudah jelas bahwa Muhadhoroh Mukasyafah dan Musyahadah merupakan kondisi spiritual seorang salik untuk sampai kepada Al-Haq yakni Allah SWT (Wushul), bukan berkaitan dengan supranatural kebatinan yang tercampur kesesatan, yang oleh sebagian orang “di plintir” untuk kepentingan “kelompok-nya.” seakan-akan mereka itu golongan Ahli Tasawuf.
Sedulur-sedulur yang diberkahi Allah, Kutembus Tujuh Tahapan Dengan Jalan yang Berdebu adalah kalimat terakhir pada Suluk Raden Syair Langit.
Sedangkan tujuh tahapan itu adalah :
1. Perjanjian ( Alam Azali )
2. Pelepasan ( Saat kita lahir kedunia )
3. Perjalanan ( Menjalani kehidupan )
4. Penempuhan ( Menjadi seorang salikin )
5. Pemastian ( Meyakini atas apa yang ia jalani )
6. Penempahan ( Menempah diri atas apa yang sudah ia jalani )
7. Pendalaman ( Mendalami dan memastikan hasil perjalan itu sendiri )
Perjanjian adalah peristiwa di alam azali saat manusia meridhoi ketentuan Allah yang telah ditentukan kepadanya saat ia akan hidup didunia fana sebagai alam pengelanaan pencarian bekal untuk dibawa ke akhirat alam keabadian.
Pelepasan adalah saat manusia terlahir dari rahim ibunya untuk memulai perjalanan hidup di dunia yang fana ini.
Perjalanan adalah semua hal yang akan ia lewati dalam menjalankan kehidupannya untuk berbakti kepada Allah dan mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW, selama ia bernafas di dunia fana yang akan ia lewati, ia tempuh dan ia jalani.
Penempuhan adalah garis hidup yang akan ia pilih, kemana ia akan melangkah, hitam kah atau putihkah, ridho Allah-kah atau murka Allah-kah, melaksanakan atau mengingkari, menghadap pada kewajiban atau berpaling menuju kemungkaran. Dan bagi pelaku tarekat sendiri, atau pelakunya kita sebut salikin, maka pada penempuhan ini adalah suatu awal atau permulaan ia mencari Allah.
Pemastian adalah jalan yang telah ia yakini menuju ridho Allah, sehingga ia akan berpedoman teguh terhadap apa yang telah dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW, ia akan mempunyai prinship yang kuat terhadap apa yang telah ia tentukan, karena ia telah berhasil dan memiliki kepastian sebagai langkah awal menuju makrifatullah ( berawal dari maqom muhadhoroh ).
Untuk seorang salikin, semua itu sudah berarti bahwa tarekat yang ia jalani, sudah benar-benar ia yakini kebaikannya, dan diapun sudah yakin bahwa tarekat yang ia jalani tidaklah sesat dan menyesatkan.
Penempahan adalah perkara berat yang akan dirasakan para pencari Allah, karena badai besar akan selalu menerpa, rintangan datang bertubi-tubi, bisikan Iblis menjadi makanan sehari-hari, jiwa dan raganya akan ditempah begitu dalam, sehingga ketika ia berhasil, akan memudahkan langkahnya menuju puncak kenikmatan hakekat makrifatullah. Pada tahap ini ia akan di sudutkan dari berbagai rasa, kesesatan dan kesucian seakan menjadi hal yang sama, bagaikan dua insan yang terhalangi satu helai keretas, begitu mirip, begitu samar, membuat hati penuh dengan seribu pertanyaan. Dan apabila ia lulus ditahap ini, maka ia akan dengan mudah menuju tahap selanjutnya yaitu tahap pendalaman.
Pendalaman adalah segala hal yang telah ia tempuh dari enam tahapan sebelumnya, tahapan-tahapan yang mampu ia lewati, dari mulai tahap perjanjian, pelepasan, perjalanan, penempuhan, pemastian, dan penempahan. Maka dari hal itu, ia akan masuk ke tahapan yang ketujuh yaitu pendalaman. Segala yang telah ia lewati akan ia dalami, dari situlah ia akan sampai pada ngelmuning roso, rosone sajatining urip dalam tiga posisi maqom, yang diawali dari maqom muhadhoroh, lalu mukasyafah dan puncak musyahadah.
Muhadhoroh adalah kehadiran hati, kemudian setelah itu terjadi mukasyafah, yaitu kehadiran hati yang disertai kejelasan (ketersingkapan), kemudian timbul musyahadah, yaitu kehadiran Al-Haqq / Allah SWT (dalam hati) tanpa bingung dan linglung. Jika “langit sirri” (rahasia ke-Tuhanan) bersih dari “mendung ”, maka “matahari kesaksian” terbit dari bintang kemuliaan.
Pendalaman yang telah matang, mengantarkan seorang salikin mencapai kedekatan dengan Allah ‘Azza Wa Jalla.
Semua itu sudah jelas bahwa pada pelaksanaanya akan dilewati dengan jalan yang berdebu, dimana jalan yang berdebu mempunyai maksud bahwasannya, semua yang dilakukan akan penuh dengan halangan dan badai yang menerjang.
Seorang salikin juga harus berhasil melewati tujuh lembah kasal, tujuh gunung riya, tujuh rimba sum’ah, tujuh samudra ujub dan tujuh benteng hajbun.
Kasal adalah salah satu penyakit hati yang dapat menjadi penghalang seseorang dalam perjalanannya menuju Allah. Semua itu dikarenakan malas dalam beribadah kepada Allah.
Riya adalah memperlihatkan suatu amal kebaikan kepada sesama manusia.
Sum’ah adalah sikap seorang muslim yang membicarakan atau memberitahukan amal sholehnya, yang sebelumnya tidak diketahui, atau tersembunyi, kepada manusia lain. Semua itu hanya agar dirinya mendapatkan kedudukan atau pengharapan dari manusia semisal pujian dan yang lainya.
Ujub adalah mengagumi diri sendiri, yaitu ketika kita merasa bahwa diri kita memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Hajbun adalah, menghijabi kita dari perjalanan menuju kepada Allah SWT.
Itulah makna dari Kutembus Tujuh Tahapan Dengan Jalan yang Berdebu.
Pada akhirnya, jika Suluk Raden Syair Langit ini dipahami, dimaknai, dilaksanakan dan didalami, maka akan tumbuhlah kekuatan keimananya, sehingga insyaAllah kita akan sampai pada puncak hakekat makrifatullah.
Kesimpulannya, jikalau apa yg diterima adalah baik, jazim ( pasti ), tidak ada was-was, semuanya sesuai dengan aturan Al-Quran dan Hadist, semuanya tertata dari mulai masuknya seorang salik menuju maqom muhadoroh, mukasyafah dan musyahadah sehingga mampu di hadirkan didalam hati, sehingga sir roso, sir ghoib, sir makrifat nya telah terbuka, dan mencapai kesejatiannya, lalu terungkaplah sirullah, insyaAllah semuanya adalah dari Allah, untuk Allah dan kembali kepada Allah.
Dan satu lagi sebagai wasiat terakhir pada penjelasan suluk ini, bahwa yang harus di perhatikan bagi para pelaku salikin adalah tetap menjaga syare’at, tarekat dan hakekat secara benar.
“Syarea’t tanpa hakekat adalah kesia-siaan, dan hakekat tanpa syare’at adalah zindiq.”
Wallahu ‘alam
Abah Leuweunggede Raden Syair Langit
sumber : Kitab Suluk Raden Syair Langit Dan Ajaran Tarekat Thaifuriyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar