KISAH SYEKH THOIFUR ABU YAZID AL-BUSTHAMI DIPUKULI SEORANG PEMABUK
Disebutkan dalam sebuah riwayat, salah satu kebiasaan Syekh Abu Yazid adalah sering berjalan-jalan di sekitar pemakaman.
Suatu malam ketika kembali, ia berpapasan dengan seorang bangsawan muda yang sedang memainkan alat music.
Melihat itu, Syekh Abu Yazid langsung berkata, “La haula wa la quwwata illa billah (tiada daya dan kekuatan melainkan atas pertolongan Allah)” sebagai bentuk memohon perlindungan Allah.
Pemuda itu tengah mabuk dan memukul kepala Syekh Abu Yazid dengan alat musiknya, hingga alat itupun pecah, dan kepala Syekh Abu Yazid pun berdarah.
Lalu Syekh Abu Yazid kembali ke tempatnya dan memanggil salah seorang muridnya.
Beliau memberikan kepada muridnya sebuah bungkusan yang dilipat rapi sembari mengatakan, sampaikan maafku pada orang yang memukul kepalaku, dan berikan ini padanya serta sampaikan perkataanku ini,
“Uang dirham ini adalah sebagai ganti atas rusaknya alat musik tuan yang hancur karena kepalaku, dan manisan ini untuk menghilangkan kesedihan tuan sebab (hancurnya alat musik tuan) di saat memukulkannya (ke kepalaku)”.
Setelah pemuda bangsawan itu mengetahui bahwa orang yang dipukulnya tadi malam adalah Syekh Abu Yazid, dia pun terharu dan bergegas mendatanginya untuk meminta maaf dan bertaubat.
Akhlak Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami ini mengandung dua hikmah, yaitu hikmah pembersihan hati dan hikmah kemuliaan dakwah.
Hikmah pertama, ketika mengucapkan “la haula wa la quwwata illa billah,” ada seberkas prasangka bahwa dirinya lebih baik dari pemabuk yang sedang bermusik di jalanan.
Amal ibadahnya selama ini membuka pintu ‘ujub dan takabbur dalam hatinya, seakan mengemukakan perkataan halus, “ana khairun minhu, aku lebih baik darinya.”
Karena itu, Beliau memandang pentingnya taubat dari keterjebakan ketaatan agar tidak seperti Iblis.
Beliau berkata: “Taubatun al-ma’shiyah wahidah, wa taubatun al-tha’ah alfu taubatin. Taubat maksiat itu satu nilainya, sedangkan taubat taat itu seribu nilainya”.
Cara taubatnya Syekh Abu Yazid ini berdasarkan pada (Q.S. Al Baqarah 221)
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang memperbanyak taubatnya”, atau secara terus menerus.
Tujuannya adalah, untuk menjaga pintu hati tidak mudah disusupi oleh sifat takabbur, sum’ah dan ‘ujub.
Hikmah kedua adalah dakwah, dengan menyampaikan permohonan maaf dan mengganti alat musik yang pecah sesuai dengan harganya, meskipun Syekh Abu Yazid di sini adalah korban, itu semua meninggalkan keharuan dan kesan mendalam di hati pemuda itu.
Ditambah perhatian Syekh Abu Yazid atas kesedihan hati pemuda itu karena alat musiknya yang rusak, sehingga pemuda itu mengalami rasa haru yang disebabkan oleh akhlak mulia seseorang, yang sama sekali tidak pernah sekalipun terlintas di benaknya, bahwa ada orang yang mampu bertindak di luar cakupan nalarnya.
Akhirnya, Ia berlari menghampiri Syekh Abu Yazid, memohon maaf dan menyatakan diri bertaubat. Taubat pemuda bangsawan itu bukan karena terancam oleh sesuatu, tetapi karena kehalusan budi Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami.
Pemuda itu bertaubat dari segala kemaksiatan karena berkah akhlak mulia yang keluar dari diri Syekh Abu Yazid.
Akhlak mulia itu bersumber pada hasil tarbiyah hati. Baginya, taubat tidak perlu harus bermaksiat dulu, taubat seharusnya dilakukan setiap saat, untuk menjaga hati kita dari sifat-sifat tercela.
sumber : Kitab Suluk Raden Syair Langit Dan Ajaran Tarekat Thaifuriyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar