BEBERAPA HAL YANG MENYEBABKAN PERTENTANGAN DIKALANGAN ULAMA TERHADAP SOSOK SYEKH THOIFUR ABU YAZID AL-BUSTHAMI
Ada beberapa ucapan dan sikap dalam perjalanan Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami yang terkadang sulit dicerna oleh orang-orang awam, bahkan sampai menyebabkan sebagian Ulama menentangnya.
1. Syatohat
Pada saat mengalami fana, munculah syatohat (ungkapan-ungkapan aneh) dari lidah Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami, yang diantaranya,
"Tuhan, aku meminta-Mu menjadi satu-satunya yang ada bagiku di antara hal lain yang hampa”.
"Sesungguhnya aku adalah Allah, tidak ada Tuhan kecuali Aku, maka sembahlah Aku, Maha Suci Aku, Maha Suci Aku, alangkah Maha Agungnya keadaanku”.
Ini diucapkannya Beliau saat sedang menunaikan shalat shubuh berjama'ah yang membuat orang-orang tercengang dan menganggapnya gila.
"Tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku. Maha Suci Aku, Maha Suci Aku, Maha Besar Aku”.
"Tidaklah aku heran terhadap cintaku kepada-Mu karena aku hanyalah hamba yang hina, tetapi aku heran terhadap cinta-Mu kepadaku, karena Engkau adalah Raja yang Maha Kuasa. Allah yang Maha Agung telah berkenan menerimaku di dua ribu tingkatan. Pada setiap tingkatan, Allah menawarkan sebuah kerajaan kepadaku, tetapi aku tolak. Maka Allah berkata kepadaku, 'Hai Abu Yazid, apa yang engku inginkan?' Aku menjawab, Aku ingin tidak menginginkan”.
Ada juga perkataan Beliau yang lain, "Manusia bertaubat dari dosa-dosa mereka, sedangkan aku bertobat dari ucapanku, Tiada Tuhan selain Allah karena aku mengucapkannya dengan alat dan huruf, padahal Tuhan tidak dapat dijangkau dengan huruf dan alat. "Pada suatu saat aku dinaikkan sampai ke hadirat Allah. Maka Allah berkata, 'Hai Abu Yazid, sesungguhnya makhluk-Ku ingin melihatmu.' Aku menjawab, 'Wahai Kekasihku, aku tidak ingin melihat mereka. Jika engkau menghendaki hal demikian dariku, maka sungguh aku tidak sanggup menentang kehendak-Mu. Hiasilah aku dengan keesaan-Mu, sehingga mereka bila melihatku, akan berkata, 'Kami telah melihat engkau, padahal yang sebenarnya mereka lihat sebenarnya adalah Engkau, karena di kala itu aku tidak ada di sana."
Dikisahkan juga bahwa pernah seorang laki-laki mendatangi Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami di rumahnya. Setelah orang itu mengetuk pintu rumah, maka Syekh Abu Yazid bertanya,"Siapa yang kamu cari?" Orang itu menjawab, "Aku mencari Abu Yazid".Lalu Syekh Abu Yazid berkata, "Pergilah, tidak ada di rumah ini kecuali Allah." Di lain hari, ia berkata, "Yang ada dalam jubah ini hanyalah Allah."
Dari ungkapan-ungkapan syatohat Syekh Abu Yazid di atas, kita dapat memahami bahwa Beliau selalu mengalami fana. Beliau merasa bahwa dirinya dan alam semesta telah hilang dari kesadarannya, kendati ia dan alam semesta itu tidaklah hilang sama sekali, tetapi hanya dari kesadarannya. Pada kondisi ketidaksadaran di atas akan membuat sufi tidak bisa mengendalikan diri sepenuhnya. Masalah ucapan-ucapan ini muncul karena seorang sufi sedang berada di luar sadarnya, karena jika diucapkan dalam keadaan normal, justru akan ditolak sendiri oleh orang yang mengucapkannya.
Seseorang pernah menyampaikan kepada Syekh Junaidi Al-Baghdadi mengenai syatohat yang diucapkan oleh Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami ("Maha Suci Aku! Maha Suci Aku! Aku inilah Tuhan Yang Maha Luhur"), namun hal itu justru mendapatkan tanggapan yang baik.
Syekh Junaidi Al-Baghdadi berkata, "Syekh Abu Thoifur itu begitu terpesona ketika melihat keagungan Allah, sehingga dia mengucapkan apa yang telah membuatnya terpesona”. Allah yang Maha Besar telah membuatnya mabuk cinta dan ia tidak menyaksikan kecuali Allah, maka Syekh Abu Yazid berbicara tentang-Nya.”
Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami adalah seorang sufi pertama yang melahirkan kata-kata syatohat.
Syeikh Abdul Qadir Jaelani juga pernah menanggapi dengan perkataannya, "Tidaklah hal itu dihukumkan kecuali saat berkata itu, sang sufi sedang dalam keadaan sadar. Namun jika ia dalam keadaan sadar, maka hukuman akan diberlakukan atasnya”. Pendapat lain datang dari Sang Hujatul Islam Imam Al-Ghazali yang mempunyai pemikiran sama, yakni bahwa kata-kata seperti “Maha Suci aku, tidak ada dalam jubahku kecuali Allah”, dan perkataan lainnya ketika sedang mabuk cinta pada Tuhan, sebaiknya disimpan dan tidak disampaikan kepada yang awam, yang tidak memiliki dasar ilmu.
2. Mi'raj
Selain syatohatnya Syekh Abu Yazid, hal yang membuat pertentangan adalah mengenai Mi'raj (naik ke langit, yang mana Nabi Muhammad SAW pernah melakukan perjalan dari Jerusalem menuju langit ketujuh) yang dialaminya. Syekh Abu Yazid sangat tertarik pada pengalaman spiritual yang tinggi dari Nabi Muhammad SAW tersebut. Beliau juga memimpikan dan mendapatkannya. Kisahnya dimulai saat dia bermimpi mengalami mi'raj, naik ke langit dengan membawa kerinduan mencari Allah, ingin bersatu dan tinggal bersama-Nya untuk selamanya. Saat itu ia mendapatkan ujian, Allah memperlihatkannya berbagai macam karunia, menawarkan kekuasaan atas seluruh langit, namun ia berpaling karena ia tahu bahwa semua itu hanyalah ujian. Lalu Beliau berkata, "Wahai kekasihku, keinginanku bukanlah itu semua." Selanjutnya ia naik ke langit kedua, di sana terlihat para malaikat bersayap yang terbang ke bumi seratus ribu kali setiap hari untuk melihat para wali (kekasih Allah) yang mana mereka memiliki wajah bersinar seperti matahari.
Kemudian ia terus naik dan sampai pada langit ke tujuh. Tiba-tiba terdengar sebuah sahutan, "Hai Abu Yazid, berhentilah! Kau sudah sampai pada tujuanmu”. Namun Syekh Abu Yazid tidak memperdulikan hal tersebut dan terus terbang. Allah yang melihat ketulusan dan kerinduan mencari-Nya, mengubahnya menjadi seperti seekor burung yang dapat terbang. Beliau melintasi kerajaan-kerajaan, menembus hijab demi hijab sampai salah satu malaikat menemuinya dan menyerahkan sebuah pilar cahaya dan berkata, "Ambilah!". Ia berkata bahwa saat itu langit dan seluruh isinya berlindung di bawah makrifatnya (pengetahuan), mencari cahaya dalam cahaya kerinduan, dan perhatian yang seluruhnya untuk mencari Allah. Dia terbang lagi sampai bertemu dengan malaikat-malaikat yang jumlahnya seperti bintang di langit yang memancarkan sinar. Ketika Allah melihat ketulusannya, Dia berkata, "Hai orang pilihan-Ku, mendekatlah pada-Ku dan naiklah ke hamparan keindahan-Ku. Kau adalah pilihan dan kekasih-Ku di antara makhlu-Ku”. Kemudian Syekh Abu Yazid meleleh seperti melelehnya timah dalam panasnya api. Beliau menceritakan bahwa kemudian Allah mengubahnya menjadi bentuk lain yang tidak dapat dijelaskan. Allah membawa Abu Yazid menjadi sangat dekat dengan-Nya melebihi dekatnya ruh dengan tubuh.
Kisah di atas dapat menunjukkan bahwa Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami memperoleh satu pengalaman spiritual seperti apa yang didapatakan oleh Rasulullah, yakni dimi’rajkan ke langit untuk menghadap Allah sekaligus menyaksikan berbagai tanda kebesaran dan kekuasaan yang dimiliki-Nya. Kendati memiliki pengalaman spiritual yang sama, namun Syekh Abu Yazid tidak pernah mengatakan memiliki kualitas keruhaniannya yang setaraf dengan Nabi Muhammad SAW, yang diyakini umat Islam sebagai Nabi yang paling mulia. Namun dia hanya berkata, "Tigapuluh ribu tahun aku terbang di dalam kemuliaan-Nya, kemudian di dalam keesaan-Nya. Lalu aku juga menjelajahi empat ribu padang belantara. Ketika sampai ke akhir penjelajahan, ternyata aku masih berada di tahap awal kenabian."Dia juga berkata bahwa karunia ilmu yang dianugerahkan kepadanya dibandingkan dengan apa yang dianugerahkan kepada Nabi Muhammad SAW, layaknya tetesan-tetesan madu yang berbanding dengan sekarung besar madu.
Kisah mi’raj dan ungkapan-ungkapan syatohat Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami, dilakukan juga oleh Syekh Husein Mansur Al-Hallaj. Semua itu telah mengundang banyak perdebatan di kalangan para ulama pada umumnya dan para sufi pada khususnya. Ada golongan yang menganggap kisah itu hanyalah karangan saja, ada juga yang mengecam syatohatnya sebagai perkataan dari orang yang sudah gila. Sebaliknya, ada juga golongan yang dapat memahami sekaligus menghargai mimpi dan syatohatnya, sehingga dianggap sebagai suatu kewajaran yang muncul pada seorang sufi yang sedang mabuk cinta pada Tuhannya dan sedang tidak ada dalam kesadaran seperti biasanya.
sumber : Kitab Suluk Raden Syair Langit Dan Ajaran Tarekat Thaifuriyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar