Sebelum Syekh Siti Jenar meninggal, Beliau sempat berwasiat kepada murid-muridnya, dan orang-orang yang mengaku sebagai pengikutnya.
“Sebelum aku pergi meninggalkan kalian, sangat baik jika aku tinggalkan wasiat kepada kalian, yang dengan wasiat ini kalian tidak akan tersesat dalam menjalani hidup didunia dan akhirat. Dengan wasiat ini kalian akan selalu berada di jalan Kebenaran sampai ke hadirat-Nya. Maka jangan sekali-kali kalian melepaskan wasiat yang aku tinggalkan ini.
Peganglah wasiat ini sebagai pusaka”.
Setiap orang harus sadar jika segala sesuatu yang tergelar di alam semesta ini adalah fana, tidak ada yang berlaku mutlak. Maka setiap orang harus hidup madya (tengah-tengah), tidak berlebihan dan tidak melampaui batas. Prinsip ini hendaknya kalian jadikan pusaka dalam segala hal yang menyangkut kehidupan kalian, baik yang duniawiah maupun ukhrowiah.
Dalam kehidupan duniawi, kalian bisa memaknai prinsip ini dengan kehidupan yang sederhana dan tidak berlebih-lebihan sehingga membuat seseorang tertimbun harta kekayaannya. Kalian juga boleh memaknainya dengan pengekangan terhadap nafsu perut dan nafsu syahwat yang sesuai dengan nila-nilai kepantasan manusia. Kalian juga boleh memaknainya sebagai pengekangan terhadap ambisi kekuasaan yang membahayakan. Pendek kata, maknailah prinsip madya ini sesuai kemampuan akal budi dan hati nurani kalian masing-masing, dengan ukuran keseimbangan dan penghormatan atas kehidupan.
“Di dalam kehidupan ruhaniahpun berlaku prinsip madya. Maka aku melarang murid-muridku dan pengikutku untuk terlalu berlebih-lebihan dalam bertapa di gua-gua dan di hutan-hutan, kurang tidur, kurang makan, tidak kawin, tidak bergaul dengan manusia yang lain, untuk tenggelam dalam lautan ruhani. Sebab hak-hak ruhani harus dipenuhi secara pantas. Hak-hak jasmanipun hendaknya tidak diabaikan. Penuhilah hak ruhani dan jasmani secara seimbang. Itu semua bukan berarti aku menganggap tidak baik perilaku orang-orang yang meninggalkan keduniawian dengan menjadi petapa secara keseluruhan. Semua manusia bebas memilih yang terbaik bagi dirinya, tetapi bagi pengikutku, hal seperti ini tidaklah dibenarkan. Hiduplah dengan prinsip ditengah-tengah, yaitu madya.
Di dalam pengetahuan tentang Illahi pun prinsip madya ini hendaknya tetap kalian pusakakan. Sebab ada diantara umat Islam yang memiliki pandangan salah dalam memaknai Illahi. Mereka memandang bahwasannya Allah itu hanyalah Dzat yang Maha Suci, Maha Sempurna, Maha Baik, Maha Kasih. Sehingga dari Allah memancar Kebaikan, Kesempurnaan, Kesucian dan Kasih. Mereka menganggap mustahil dari Allah memancar ketidak adilan, ketidak sempurnaan, ketidak sucian dan kemurkaan.
Pandangan ini sah bagi pengikut paham ini. Pandangan ini benar bagi yang meyakininya. Tetapi dengarkanlah wahai murid-murid dan pengikutku, bahwa aku Syekh Siti Jenar, tidak pernah mengajarkan keyakinan yang berlebihan dan melampaui batas seperti itu. Ajaranku tetap bertolak pada prinsip madya, di tengah-tengah. Sebab jika seseorang menganggap bahwa Allah adalah Kebaikan, Kesempurnaan, Kesucian, Maha Kasih dan dari-Nya tidak bisa memancar ketidak baikan, ketidak sempurnaan, ketidak sucian dan kemurkaan, maka sejatinya orang tersebut telah terperangkap ke dalam jaring-jaring masalah yang rumit yang bakal membawanya ke jurang kemusyrikan.
Mereka akan menganggap ketidak baikan dan ketidak sempurnaan berasal dari Dzat selain Allah, yaitu kuasa kegelapan dari kejahatan. Itu berarti mereka menganggap ada dua Dzat yang berbeda, yaitu Allah dan dzat selain Allah. Kalau keyakinan itu diikuti, maka orang akan menolak keberadaan Asma Illahi yang saling bertolak belakang, yang akhirnya berujung pada Asma Allah sebagai keseluruhan asma Allah yang bertentangan (Majmu al asma al-Mutaqobilah). Mereka akan menolak nama Allah Yang Maha Menyesatkan, Yang Memberi Kesempitan, Yang Maha Menistakan, Yang Memberi Bahaya, Yang Membinasakan. Mereka juga akan mengingkari bahwa dunia yang tidak sempurna ini berasal dari Allah. Atau mengingkari bahwa iblis, setan, mahluk-mahluk kegelapan dan manusi-manusia terkutuk berasal dari Allah. Padahal segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.
Dengan memegang teguh prinsip hidup madya ini, sangatlah tidak masuk akal jika kalian sebagai murid-murid dan pengikutku memperlakukan aku secara berlebihan. Bagaimana mungkin aku bisa membiarkan kalian menciumi kakiku, merangkul lututku, mengusap jubahku, mengelus terompahku, bahkan mengambil tanah bekas telapak kakiku. Itu berlebihan, itu melampui batas, itu perbuatan thoghut, itu pemberhalaan yang justru aku tentang selama ini. Sebab Nabi Muhammad SAW, manusia agung yang menjadi panutanku selalu menolak bila diperlakukan secara berlebihan, terkecuali dalam batasan-batasan kewajaran, karena walau bagaimanapun hidup ini memiliki aturan, seperti halnya ta’dziman watakriman seorang murid terhadap Gurunya.
Dia Baginda Nabi Muhammad SAW selalu menampakkan kehambaan dan kerendahan hatinya. Dia selalu berada di tengah-tengah dan mengajarkan agar pengikutnya pun berada di tengah-tengah. Maka mulai saat ini aku katakan bahwa mereka yang memperlakukanku atau siapapun diantara manusia secara berlebihan dan bahkan memberhalakannya, maka dia bukanlah pengikutku apalagi murid ruhaniku. Dan satu yang harus digaris bawahi sekali lagi, bahwa semua itu bukan berarti menafikan ta’dziman watakriman kalian kepada Guru-Gurumu, atau Orang Tuamu. Yang harus kalian ingat itu adalah Batasan-batasannya, itulah madya, ditengah-tengah, tidak berlebihan, apalagi melanggar aturan.
sumber : Kitab Suluk Raden Syair Langit Dan Ajaran Tarekat Thaifuriyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar