Sabtu, 13 Agustus 2022

WASIAT ABAH LEUWEUNGGEDE RADEN SYAIR LANGIT

 


WASIAT ABAH LEUWEUNGGEDE RADEN SYAIR LANGIT


Sejak sekarang, ataupun kelak jika Allah memanggilku menuju kemahaan-Nya, maka ingatlah seluruh wasiat-wasiatku.

1. Jaga aqidahmu, jangan sekali-kali engkau menduakan-Nya.

2. Jagalah solatmu, solatmu dan solatmu.

3. Bersikap baiklah kepada Ibu dan Bapakmu.

4. Mengabdilah kepada semua Guru-Gurumu.

5. Jika engkau ingin sampai kepada Allah, maka buanglah semua penyakit didalam hatimu, dan jauhilah sifat munafiq yang bersemayam didalam jiwa dan ragamu.

Sedulur-sedulur yang diberkahi Allah, ingatlah, dunia ini fana, semuanya hanyalah ilusi. Matikanlah dirimu didalam hidup, dan hidupkanlah dirimu didalam mati.

Jika kalian mencintai apapun itu yang berhubungan dengan dunia, maka janganlah berlebihan dalam mencintainya, karena semua itu adalah fana, yang ada hanyalah Allah, kita semua berasal dari Allah, untuk Allah dan kembali kepada Allah.

Jika engkau mencintai sesuatu selain Allah dan tidak dilandasi karena Allah, maka engkau hanya akan tenggelam didalam lautah kehampaan yang tak bertepi dan tak berujung.

Mencinta dunia itu fana, mencintai Allah itu abadi.

Dan jika engkau ingin merasakan manisnya berma’rifat kepada Allah, maka fanakanlah dirimu, lepaskanlah keakuanmu.

Jika engkau berhasil mentiadakan adanya dirimu, dan mengadakan tiadanya dirimu, engkau akan berhasil menempuh, menempah dan mendalami Ngelmuning Roso Rosone Sajatining Urip sebagai jalan menuju ma’rifat kepada-Nya.

Dan jika engkau sedang berjalan bahkan tenggelam didalam alam ruh menuju kemahaan-Nya, maka berhati-hatilah dalam pelaksanaannya, jangan engkau rusak aturan yang telah ditentukan oleh yang Maha Menentukan. 

Jaga syareatmu, tempuh thoriqotmu dan masuki hakikatmu. Syare'at tanpa hakekat adalah kesia-siaan, dan Hakekat tanpa syare'at adalah zindiq.

اَللّٰهُمَّ اجْعَلْ هَذَااْلعَالمَ َصَغِيْرًا اَ مَامَنَا وَدَعْ اِسْمَكَ يَقِفُ  دَائِمًافِيْ قُلُوْ بِنَا,

 كُلُّ شَيْءٍ هَاِلكٌ اِ لاَّ وَجْهَهُ

Ya Allah, jadikanlah dunia ini kecil dihadapan kami, dan biarkanlah hanya nama-Mu yang bertahta dihati kami”.

Sesungguhnya kami sadar, bahwa segala sesuatu itu akan rusak, binasa, kecuali Dzat Gusti Sajatining Mulyo,

Allah ‘Azaa Wa Jalla.

Semoga bermanfaat maslahat dunia rawuh akhirat.


“Kasauran Raden Syair Langit ( Abah Leuweunggede )”

Tarekat Thaifuriyah Ma’had Thoriqotul Auliya


sumber : Kitab Suluk Raden Syair Langit Dan Ajaran Tarekat Thaifuriya

DUA KITAB KARYA RADEN SYAIR LANGIT DALAM PENGAMALAN AJARAN TAREKAT THAIFURIYAH

Kitab Suluk Raden Syair Langit Dan
Ajaran Tarekat Thaifuriyah
Kitab Amaliyah Tarekat Thaifuriyah
Ma'had Thoriqotul Auliya
 








PENGAMALAN AJARAN TAREKAT THAIFURIYAH DALAM KITAB AMALIYAH TAREKAT THAIFURIYAH MA'HAD THORIQOTUL AULIYA DAN KITAB SULUK RADEN SYAIR LANGIT AJARAN TAREKAT THAIFURIYAH


Didalam buku atau kitab ini berisi tentang gambaran besar ajaran Tarekat Thaifuriyah Ma’had Thoriqotul Auliya, wabilkhusus poin-poin ajaran inti pada BAB ( Ajaran Tarekat Thaifuriyah Ma’had Thoriqotul Auliya ), yang memiliki enam inti ajaran. Didalam buku atau kitab ini juga terdapat pituah-pituah dan mutiara hikmah dari Raden Syair Langit yang melengkapi ajaran di Tarekatnya. Selain didalam buku atau kitab ini, ajaran Tarekat Thaifuriyah berada didalam kitab Amaliyah Tarekat Thaifuriyah Ma’had Thoriqotul Auliya, yang juga di susun oleh Raden Syair Langit.

Didalam buku atau kitab ini juga berisi tentang Manaqib Maha Guru Mursyid Tarekat Thaifuriyah, yakni Kanjeng Syekh Thoifur bin Isa bin Surusyan Abu Yazid Al-Busthami, dan juga Kanjeng Syekh Sayid Hasan Ali.

Oleh karena itu, jamaah Tarekat Thaifuriyah wajib memiliki kedua kitab tersebut.

Keduan buku atau kitab ini menjadi pelengkap ajaran, yang dimana inti ajarannya tetaplah harus mengikuti kajian di Majelis Tarekat Thaifuriyah Ma’had Thoriqotul Auliya.

Karena jika hanya belajar dari dua buku atau kitab ini, tanpa bimbingan pembimbing, di khawatirkan akan gagal paham, atau bahkan tidak mengerti tentang inti sari dari ajarannya itu sendiri.

Selain mengikuti kajian keilmuan terkhusus yang berkaitan dengan Tarekatnya, jama’ah juga harus mengikuti talqin dzikir.

Dan bimbingan dzikir untuk mencapai tujuan inti dari ajaran ini, akan di ajarkan oleh Guru pembimbing mengikuti langkah-langkah yang tertata, sesuai aturan, termasuk dilengkapi dengan kedua kitab ini, yang dimana semua itu bertujuan tiada lain dan tiada bukan, berharap kepada Allah agar kita semua bisa mengerti terhadap sajatining urip, mencapai tujuan kebahagiaan dunia rawuh akhirat.

Semoga Allah senantiasa menjadikan kita semua, orang-orang yang ahli sholat, ahli to’at, ahli taubat, dan ahli ma’rifat. Setiap langkah kaki yang kita lewati, setiap detik waktu yang kita lalu, selalu ada didalam ridho dan kasih sayang Allah, dan perlindungan Allah.


sumber : Kitab Suluk Raden Syair Langit Dan Ajaran Tarekat Thaifuriyah

DZIKIR 133 TAREKAT THAIFURIYAH

 


DZIKIR 133 TAREKAT THAIFURIYAH


Dzikri 133 di Tarekat Thaifuriyah bermaksud melakukan dzikir 100 menggunakan tasbeh, 33 menggunakan tangan ( sunnah Rasul ).

Dzikiran dalam amaliyah Thaifuriyah banyak yang memiliki hitungan yang menyambung kepada jumlah 133. Bahkan jika dzikir ini dilakukan lebih banyak lagi, maka dari 133 akan terus menyambung sampai 1033 bahkan sampai 10033.

Jika sampai dihitungan tengah pada antara, diantara hitungan-hitungan itu, maka jumlahnya akan selalu ada pada jumlah 100 dan 33 nya tidak hilang.

Misalkan 233, 333, 433, 533 dan selanjutnya. Atau 1033, 1133, 1233, 1433, 1533 dan selanjutnya. Atau 1033, 2033, 3033, 4033, 5033 dan seterusnya.

Jika dzikir dilakukan dibawah hitungan 133, maka 33 nya dianjurkan untuk dilakukan ditangan saja sesuai sunnah Rasul.

Dzikir ini memiliki beberapa penjelasan.

- Dzikir ditangan yang 33 adalah mengikuti sunnah Rasul.

Ibnu ‘Umar berkata, “Sungguh aku telah melihat Rasulullah menekuk tangan (yaitu jarinya) ketika mengucapkan dzikir-dzikir tersebut.”

Para shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana dikatakan bahwa kedua amalan tersebut ringan/mudah akan tetapi sedikit yang mengamalkannya?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Syaithan mendatangi salah seorang dari kalian ketika hendak tidur, lalu menjadikannya tertidur sebelum mengucapkan dzikir-dzikir tersebut, dan syaithan pun mendatanginya di dalam shalatnya (maksudnya setelah shalat), lalu mengingatkannya tentang kebutuhannya (lalu dia pun pergi) sebelum mengucapkannya.” (Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud no.5065, At-Tirmidziy no.3471, An-Nasa`iy 3/74-75, Ibnu Majah no.926 dan Ahmad 2/161,205, lihat Shahiih Kitaab Al-Adzkaar, karya Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy 1/204).

Kita boleh berdzikir dengan tasbih, tahmid dan takbir masing-masing 33 kali dengan ditambah tahlil satu kali atau masing-masing 10 kali, yang penting konsisten, jika memilih yang 10 kali maka dalam satu hari kita memakai dzikir yang 10 kali tersebut.

- Dzikir yang menggunakan tasbeh

Dari Sa’ad bin Abu Waqqash radhiyallahu ‘anhu bahwa ia bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke tempat seorang wanita dan di hadapannya ada beberapa biji atau beberapa kerikil yang digunakan untuk menghitung tasbihnya. Beliau pun bersabda, “Tidakkah engkau suka kalau aku beritahukan padamu tentang sesuatu yang lebih mudah untukmu daripada ini—atau lebih utama–?” Selanjutnya beliau bersabda, “Yaitu Maha Suci Allah sebanyak hitungan yang diciptakan oleh-Nya di langit. Maha Suci Allah sebanyak hitungan yang diciptakan oleh-Nya di bumi. Mahasuci Allah sebanyak hitungan yang ada di antara langit dan bumi. Maha Suci Allah sebanyak ciptaan-Nya Yang Dia ciptakan. Allah Maha Besar seperti itu, segala puji hanya bagi Allah seperti itu, tiada Ilah kecuali Allah seperti itu, dan tiada daya serta tiada kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah seperti itu pula.”

(HR. Tirmidzi, ia menyatakan bahwa hadits ini hasan)

(HR. Tirmidzi, no. 3568 dan Abu Daud, no. 1500. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly mengatakan bahwa hadits ini dha’if dalam Bahjah An-Nazhirin, 2:463)

Penjelasan Hadits

Karena status terhadap hukum hadits yang berbeda, maka dihasilkan hukum yang berbeda pula. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly menganggap bahwa berdzikir dengan menggunakan biji tasbih termasuk menyelisihi petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdzikir dengan menghitungnya menggunakan jari-jemari tangan kanannya.

Dari Yusairah seorang wanita Muhajirah, dia berkata,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada kami, “Hendaknya kalian bertasbih (ucapkan subhanallah), bertahlil (ucapkan laa ilaha illallah), dan bertaqdis (menyucikan Allah), dan hitunglah dengan ujung jari-jemari kalian karena itu semua akan ditanya dan diajak bicara (pada hari kiamat), janganlah kalian lalai yang membuat kalian lupa dengan rahmat Allah.” (HR. Tirmidzi, no. 3583 dan Abu Daud no. 1501 dari hadits Hani bin ‘Utsman dan dishahihkan oleh Imam Adz-Dzahabi.

Sanad hadits ini dikatakan hasan oleh Al-Hafizh Abu Thahir)

Ulama lainnya mengungkapkan bahwa berdzikir dengan menggunakan biji tasbih masih dibolehkan, sama seperti dengan menggunakan biji atau kerikil dalam hadits ini. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak mengingkarinya. Adapun petunjuk pada yang lebih afdhol dengan menggunakan jari-jemari saat berdzikir tidaklah menunjukkan terlarangnya berdzikir dengan menggunakan biji tasbih.

Lihat Kunuz Riyadh Ash-Shalihin, 17:206.

Para Ulama ahli Hikmah mengatakan ada tiga macam tasbeh yang paling keramat untuk dipakai dzikir.

1. Yusru : Tumbuhan yang ada dilaut merah (bahr / bahar)

2. Bazru : Dari biji-bijian (biji yang kuat)

3. ‘Unab : Jenis kayu (kayu yang kuat)

Tsalatsatun tasbihuhum tsawabu, al yusru, wal bazru kadzal ‘unab

Jadi dzikir 133 di Tarekat Thaifuriyah memiliki dasar hukum yang jelas. 33 ditangan, 100 ditasbih, dan jumah kelipatan-kelipatan selanjutnya atau kurang darinya tidak akan keluar dari jumlah initi dzikir yaitu 133.

Adapun dzikir yang diluar batasan hitungan juga diajarkan di Tarekat Thaifuriyah, seperti halnya sudah dibahas diatas, terkait dzikir khofi melafalkan lafadz Allah. 

Sedulur-sedulur yang diberkahi Allah, terlepas dari penjelasan tentang dzikir ini pasti akan banyak sekali batasan, karena tulisan tetap tidak bisa mengejar maksud lisan secara utuh, sedangkan maksud lisan, tetap tidak akan bisa mengejar kecepatan hati.

Oleh karena itu, diwajibkan seluruh jama’ah yang ingin mendalami ajaran Tarekat Thaifuriyah, harus mempelajari kedua kitabnya, dan juga harus melalui bimbingan Guru pembimbing, yang dimana prosesnya juga akan melalui tahapan-tahapan yang sudah ditentukan, diantaranya wajib juga mengikuti talqin dzikir, kajian-kajian, tawashulan dan manaqiban, dan semua hal yang berkaitan tentang apapun itu ajaran yang ada didalam Tarekat ini.


sumber : Kitab Suluk Raden Syair Langit Dan Ajaran Tarekat Thaifuriyah

DZIKIR TAREKAT THAIFURIYAH

 


DZIKIR TAREKAT THAIFURIYAH


Didalam surat All-Baqarah ayat 152, Allah memerintahkan kepada makhluqnya untuk senantiasa mengingat-Nya.

 فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ

Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.

Artinya, dzikir adalah sebuah tindakan yang bertujuan untuk mengingat Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam mengingat Allah, umat Islam tidak akan pernah lepas dari tiga hal, yaitu doa, wirid dan dzikir.

Doa adalah permintaan atau permohonan kepada Allah untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat.

Wirid merupakan bacaan tertentu untuk mendapatkan aliran keberkahan dari Allah swt. Sedangkan dzikir adalah segala gerak-gerik dan aktivitas yang berobsesi pada kedekatan atau taqarrub kepada Allah. Me-lafadz-kan atau melafalkan kata-kata tertentu yang mengandung unsur ingat kepada Allah.

Dzikir sangatlah penting, karena dalam pandangan kesufian, ia merupakan langkah pertama cinta kepada Allah. Ada dua macam dzikir atau mengingat Allah.

Pertama, dzikir bil-lisan ( dzikir Jahar ), yaitu mengucapkan sejumlah lafadz yang dapat menggerakkan hati untuk mengingat Allah. Dzikir dengan pola ini dapat dilakukan pada saat-saat tertentu dan tempat tertentu pula. Misalnya berdzikir di Masjid sehabis shalat wajib, dzikiran di Majelis dengan pola-pola tertentu yang diajarkan oleh Guru.

Kedua, dzikir bil-qalbi ( dzikir sirri / dzikir khofi ) yaitu keterjagaan hati untuk selalu mengingat Allah. Dzikir ini dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, tidak ada batasan ruang dan waktu. Pelaku sufi lebih mengistimewakan dzikir bil-qalbi ini karena implikasinya yang hakiki. Meskipun demikian, sang dzakir (seseorang yang berdzikir) dapat mencapai kesempurnaan apabila ia mampu berdzikir dengan lisan sekaligus dengan hatinya. Dengan demikian, orientasi dzikir adalah pada penataan hati atau qalbu. Qalbu memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena baik dan buruknya aktivitas manusia sangat bergantung kepada kondisi qalbu.

Oleh karena itulah, semulia-mulia makhluq adalah mereka yang senantiasa berdzikir mengingat Sang Pencipta.

Dalam surat Ali-Imran ayat 191 diterangkan bahwa,

 الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ 

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata),

"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Ayat di atas juga dapat digunakan sebagai petunjuk bahwasannya berdzikir kepada Allah swt sangat dianjurkan dalam berbagai kesempatan dan kondisi. Tidak hanya ketika berdiam diri (tuma’ninah), tetapi juga ketika beraktifitas, qiyaman wa qu’udan baik berdiri maupun duduk, bahkan juga ketika berbaring wa a’la junubihim. Apalagi hanya sekedar menggeleng-gelengkan kepala, selagi hal itu memiliki pengaruh yang positif maka hukumnya boleh-boleh saja. bahkan disunnahkan. Hal inilah yang dijelaskan dalam kitab Fatawal Khalili ala Madzhabil Imamis Syafi’I,

Saya jadi mengerti bahwasannya menggerakkan (anggota badan) ketika berdzikir maupun membaca Al-Qur’an,  bukanlah sesuatu yang haram ataupun makruh. Akan tetapi sangat dianjurkan dalam semua kondisi, baik ketika berdiri, duduk, berbaring, bergerak, diam, dalam perjalanan, di rumah, ketika kaya, ataupun ketika faqir. 

Dengan demikian teringat kita dengan tarian sufi yang dinisbatkan kepada Syekh Jalaluddin Rumi. Bagaimana dzikir juga diapresiasikan dalam seni tari.

Maksud dalam penjelasan ini adalah penegasan terhadap pola-pola cara ber-dzikir seperti halnya beberapa thoriqoh mengajarkan sambil menggelengkan kepala, yang terkadang dianggap aneh oleh orang-orang awam, bahkan di bid’ah-kan oleh kelompok-kelompok tertentu.

Sedulur-sedulur yang diberkahi Allah. Pola dzikir yang menggerakan badan seperti halnya kepala, itu semua adalah pola yang memiliki maksud tertentu, yang bukan hanya sekedar menggelengkan kepala. Setiap tarekat pasti memiliki makna tersendiri terhadap Gerakan-gerakan itu, yang kesemuanya insyaAllah bertujuan baik, semata-mata hanya ber-ikhtiar agar seluruh jama’ahnya bisa mencapat derajat keimanan yang tinggi, sampai kepada tahap makrifatullah.

Di Tarekat Thaifuriyah, dzikir jahar ataupuun dzikir khofi dengan pola-pola tertentu juga diajarkan kepada seluruh jama’ah.

Semua amalan do’a, amalan wirid, ataupun amalan dzikir di Tarekat Thaifuriyah sudah tertulis didalam Kitab Amaliyah Tarekat Thaifuriyah Ma’had Thoriqotul Auliya yang juga disusun oleh Abah Leuweunggede Raden Syair Langit.

عمليه طريقة طيفورية معهدطريقة الأولياء

Namun pada buku atau kitab ini ( terkhusus dalam BAB ini ), lebih cenderung menjelaskan tentang rujukan hukum, pengertian dzikir ataupun tujuan dzikir, dan mungkin ada beberapa pola yang akan dijelaskan pada buku atau kitab ini, yang dimana tidak tertulis di Kitab Amaliyah Tarekat Thaifuriyah Ma’had Thoriqotul Auliya, karena di kitab itu, lebih cenderung menyajikan amalan-amalan yang di ajarkan di Tarekat Thaifuriyah.

FILOSOFI GERAKAN BADAN ( TERKHUSUS KEPALA ) PADA SAAT BER-DZIKIR LAFADZ LAILAHAILLALLAH ( DALAM DZIKIR BIL LISAN ) YANG DILAKUKAN SENDIRI ATAUPUN BERJAMAAH ( DZIKIR JAHAR )

Setelah membaca kalimat awal sebelum ber-dzikir Lailahaillallah yaitu kalimat,

اَللّٰهُمَّ اجْعَلْ هَذَااْلعَالمَ َصَغِيْرًا اَ مَامَنَا وَدَعْ اِسْمَكَ يَقِفُ  دَائِمًافِيْ قُلُوْ بِنَا,

 كُلُّ شَيْءٍ هَاِلكٌ اِ لاَّ وَجْهَهُ

Wirid Lailahaillallah pada tiga kalimat yang pertama dilakukan dengan tempo lambat.

- Gerakan awal mengambil dari poros tengah, ditarik dari bawah keatas.

Filosofinya adalah jiwa raga kita harus dibuka untuk menerima dan membuka segala kebaikan dari Allah. Orang-orang yang tertutup atau masih menutup, syare’atnya sampai kapanpun tidak akan pernah mampu mencicipi nikmatnya makrifatullah, jika dirinya masih tertutup atau masih menutup. Hal itu terjadi karena belum mampu melepaskan keakuan, hatinya penuh dengan penyakit-penyakit hati yang berbahaya, yang akan menghalangi perjalanan ruhaniyah.

- Gerakan kedua, kepala diarahkan kesebelah bahun kanan.

Filosofinya adalah rasa malu diri, yang hina, yang hanya sekedar bangkai yang diberikan nyawa oleh Allah, malu dan merasa bukan siapa-siapa, diri yang berlumur dosa, yang serba kekurangan, makhluk yang tidak berdaya yang selalu membutuhkan Gusti Sajatining Mulyo Allah ‘Azza Wa Jalla.

- Gerakan ketiga, hantamkan ke posisi jantung dan hati, kira-kira dua jari dibawah dada kiri.

Filosofinya adalah menghantam hati sebagai inti sari manusia. Hati adalah ibu kotanya manusia jika diibaratkan pada sebuah Negara. Jika hati sakit, maka badan pun akan sakit, namun jika badan sakit, tidak berarti hati ikut sakit. Marodhul Qulub bisa mnyebabkan marodhul abdan, marodhul abdan tidak berarti akan menjadikan marodhul qulub.

Makrifatullah itu dengan rasa, dan rasa itu tempatnya dihati, jadi jika hati sakit, maka syare’atnya bagaimana kita bisa bermakrifat kepada Allah.

Menghantam hati pada Gerakan yang ketiga ini adalah bertujuan agar Allah memberikan kebaikan kepada hati kita, Allah membersihkan hati kita dari segala keburukan, dan berharap Allah memberikan cahaya makrifat didalam hati kita.

Jika hati sudah dilingkup dengan cahaya makrifat, maka seluruh jiwa raga kita akan dipenuhi dengan cahaya keagungan itu.

Setelah ketiga kalimat dzikir Lailahaillallah yang awal dilakukan secara pelan, selanjutnya dzikir dilakukan secara cepat ( dalam artian mengikuti aturan, apalagi jika dilakukan berjamaah harus mengikuti imam, agar selaras dan tidak mengganggu kekhusyuan ).

Terkait seperti apa dan berapa dzikir yang dibaca, sudah cukup jelas dijelaskan didalam Kitab Amaliyah Tarekat Thaifuriyah Ma’had Thoriqotul Auliya.

Dzikir 133 adalah dzikir Tarekat Thaifuriyah ( 133 – 1033 – 10033 )

DZIKIR LAFADZ ALLAH SECARA JAHAR ( DZIKIR BIL LISAN )

Dzikir Jahar khusus yang dibaca selanjutnya adalah dzikir kalimat Allah.

Pola dzikirnya bila dilakukan secara berjamaah, maka ada aturan yang diterapkan. Pertama Imam akan memimpin dzikir lafadz Allah secara bersamaan diikuti oleh jama’ah, lalu selanjutnya akan saling bersahutan antara imam dan jama’ah,

( saat imam melafal dzikir Allah, makmum mengikuti melafal dzikir Allah, saling bersahutan, terus bersahutan, awalnya bersamaan, lama-kelamaan silih bergantian ).

Dzikir ini memiliki tujuan sama dengan dzikir jahar Lailahaillallah.

Kita sering mendengar kalimat afdholu dzikri fa’lam annahu Lailahaillallah ( maka ketuahuilah bahwa sesungguhnya sebaik-baiknya dzikir adalah Lafadz Lailahaillallah ).

أَفْضَلُ الذِّكْرِ فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إله إلا الله 

Ke-umumannya banya orang menyangka lafal dzikir yang paling afdhol adalah kalimat

 لا إله إلا الله . Padahal lafal dzikir yang paling afdhol adalah lafadz الله, karena lafadz لا إله إلا الله adalah menegaskan kalimat الله.

Oleh karena itu kedua kalimat ini adalah dzikir yang paling utama, yang paling di-takhosusi oleh kebanyakan Tarekat, terkhusus Tarekat Thaifuiryah.

Orang yang melafalkan dzikir لا إله إلا الله dan melafalkan dzikir الله sesuai dengan petunjuk Guru dalam melakukan amaliyahnya, apakah dalam dzikir jahar ataupun dzikir khofi, maka insyaAllah akan menjadi salah satu wasilah, mudahnya seorang salik dalam menempuh perjalanan menuju makrifatullah.

Ketika melakukan amaliyah kedua dzikir ini, tidak sedikit seorang salik menemukan sesuatu yang diluar nalar yang melengkapi perjalanan suluknya.

Ciri-ciri seorang salik sudah mencapai maqomat-maqomat tertentu didalam suluknya akan bisa diketahui dengan beberapa ciri yang nantinya bisa dijelaskan oleh Guru pembimbing.

DZIKIR LAFADZ ALLAH SECARA KHOFI ATAU SIRRI ( DZIKIR BIL QOLBI )

Dzikir kan Lafadz Allah, dilakukan didalam hati ( khofi / sirri ), dzikir bil qolbi, dengan menutup rapat mulut, mengatupkan gigi, melipatkan lidah, dan meletakannya dilangit-langit mulut supaya tidak bergerak. Tundukan kepala, fokuskan pada posisi jantung, dan ikuti irama detakannya. ( tawajjuh )

Dzikirkan kalimat Allah tanpa hitungan, tanpa batasan, rasakan getaran tubuh dan aliran darah keseluruh tubuh dari pusat jantung, agar semuanya ikut ber-dzikir bersama.

Hanya Allah yang hadir disetiap detik dan detakan jantung. Allah Allah Allah


sumber : Kitab Suluk Raden Syair Langit Dan Ajaran Tarekat Thaifuriyah

MENGENAL SOSOK IMAM JA’FAR ASH-SHADIQ GURU RUHANI SYEKH THOIFUR ABU YAZID AL-BUSTAHMI

 


MENGENAL SOSOK IMAM JA’FAR ASH-SHADIQ

GURU RUHANI SYEKH THOIFUR ABU YAZID AL-BUSTAHMI


Selain ada pada jalur Tarekat Thaifuriyah, Imam Ja’far Ash-Shadiq tertulis juga didalam sanad silsilah masyayikh tarekat Naqsyabandiyah setelah Imam Al-Qosim bin Muhammad ( Kakek ). Beliau juga tertulis didalam sanad silsilah masyayikh Qadiriyah-Naqsyabandiyah dan tarekat Syathariyah setelah Imam Muhammad Al-Baqir ( Bapak ).

Setelah itu Imam Ja’far As-Shadiq menurunkan kepada Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami, lalu kepada Muhamamd Al-Maghribi, pada silsilah Syathariyah. Sedangkan Imam Ja’far Ash-Shadiq juga menurunkan kepada murdinya yang lain ( putra ), yakni kepada Imam Musa Al-Kazhim pada silsilah Qadiriyah-Naqsyabandiyah. Untuk kejalur Naqsyabandiyah, Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami menurunkan kepada Syekh Abu Hasan Al-Khirqoni.

Baik tarekat Syathariyah ataupun Qadiriyah-Naqsyabandiyah, adalah cabang tarekat Imam Ali dari jalan Imam Husein bin Ali. Sedangkan Naqsyabandiyah melalui jalur Sayidina abu Bakar As-Sidiq. Dan untuk Syathariyah, ada yang menulis kepada Imam Hasan bin Ali, dan juga Imam Husein bin Ali.

Begitupun dengan tarekat Akmaliyah, Imam Ja’far Ash-Shadiq, dan juga muridnya yaitu Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami, tercatat didalam sanad silsilah tarekat tersebut. 

Abul Hasan Ali Al-Hujwiri, pengarang Kasyful Mahjub, salah satu guru tarekat Junaidiyah dari jalan Abul Fadhal Muhammad bin Hasan al-Kuttali, menyebut bahwa Imam Ja’far Ash-Shadiq itu sangat terkenal di antara syekh sufi, karena kedalaman ajarannya dan pengetahuannya akan kebenaran spiritual, dan beliau telah menuliskan buku terkenal yang menjelaskan tentang sufisme.

Menurut Al-Hujwiri, terdapat riwayat yang menjelaskan bahwa Imam Ja’far ash-Shadiq berkata: “Siapapun yang mengetahui Allah, maka dia berpaling dari semua yang selainnya.” Orang arif berpaling dari yang lain (kecuali Allah) dan terputus dari semua urusan duniawi, karena pengetahuannya (makrifat) adalah sesuatu yang nakirah, karena nakirah bagian dari pengetahuannya, dan pengetahuan menjadi bagian dari nakirah-nya. Dengan demikian orang arif terpisah dari manusia dan pikiran tentangnya, dan dia menyatu dengan Ilahi. Yang lain tidak memiliki tempat di hatinya, sedikitpun tidak boleh mengalahkan perhatiannya, dan eksistensinya tidak memiliki arti apa-apa baginya, dan bahwa dia harus menghilangkan ingatan pikiran darinya.”

Al-Mizzi dalam Tahdzibul Kamal menyebut nama lengkapnya adalah Ja’far bin Muhammad bin Ali bin al-Husain bin Ali bin Thalib. Dengan mengutip Abu Bakar Al-Jabir dan Al-Lalika’i menyebut beliau dilahirkan tahun 80 H. (697 M.). Beliau memiliki hubungan dengan keluarga Imam Ali dari jalur ayah, dan dari jalur ibu memiliki hubungan dengan keluarga Sayyiduna Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Ibunya bernama Ummu Farwah binti Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq. Nama Ummu Farwah itu adalah Asma binti Abdurrahman bin Abu Bakar Ash-Shiddiq. Oleh karena itu, Al-Munawi dalam Al-Kawakibu Ad-Durriyah fi Tarajim Sadatish Shufiyah dan Al-Mizzi dalam Tahdzibul Kamal mengutip pernyataan Imam Ja’far Ash-Shadiq, berhubungan dengan keluarga Sayyiduna Abu Bakar Ash-Shiddiq: “Abu Bakar telah melahirkan saya dua kali.” Dari sini dapat dipahami bahwa Imam Ja’far Ash-Shadiq adalah cucunya Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, dari jalur ibunya.

Imam Ja’far mengambil ilmu dari banyak para tabiin, di antaranya sebagaimana disebut Al-Mizzi, adalah kakeknya sendiri (dari pihak ibu) yaitu Al-Qasim bin Muhammad, ayahnya sendiri yang bernama Muhammad Al-Baqir. Menurut sumber lain, disebutkan bahwa Imam Ja’far Ash-Shadiq sempat bertemu dengan beberapa sahabat yang berumur panjang, seperti Anas bin Malik dan Sahl bin Said.

Orang-orang dan tokoh yang mengambil ilmu dari Imam Ja’far Ash-Shadiq, dan menjadi muridnya banyak sekali, dan di antaranya adalah, Aban bin Taghlab, Isma`il bin Ja’far, Hatim bin Isma`il, Al-Hasan bin Iyasy, Al-Hasan bin Shalih, Abu Bakar bin Iyasy, Sufyan ats-Tsauri, Sufyan bin `Uyainah, Said bin Sufyan Al-Aslami, Sulaiman bin Bilal, Syu’bah bin Hajjaj, Malik bin Anas, Muhammad bin Ishaq bin Yasar, Musa bin Ja’far al-Kazim, Abu Hanifa an-Nu’man, Wuhaib bin Khalid, Syekh thoifur Abu Yazid Al-Bustahmi ( secara ruh ) dan masih banyak lagi yang lainnya.

Integeritas Imam Ja’far Ash-Shadiq diakui banyak pakar sufi dan para fakih. Musab bin Abdullah bin Zubair dari Ad-Darwadi mengatakan, “Malik tidak meriwayatkan dari Imam Ja’far sampai munculnya Bani Abas.” Imam Syafi`i menyebut Ja’far Ash-Shadiq sebagai tsiqatun. Yahya bin Ma`in menggelarinya tsiqatun. Riwayat-riwayat yang disandarkan dari perkataan Imam Ja’far, dan dikutip Al-Mizzi menyebutkan, beliau mengakui kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, dan berlepas diri dari orang yang tidak mengakuinya

( kaum syi’ah ).

Selain memiliki murid-murid di bidang hadist dan fikih, Imam Ja’far memiliki murid-murid tarekat, yang terkenal dan bertahan periwayatan sanadnya hingga sekarang ada dua, Imam Musa Al-Kazhim dan Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami.

Dari Syekh Abu Yazid menjadi Thaifuriyah, Naqsyabandiyah, Syathariyah, Akmaliyah, dan dari Imam Musa Al-Kazim menjadi Qadiriyah-Naqsyabandiyah.

Di antara beberapa keramat Imam Ja’far Ash-Shadiq, cukup banyak dan disebutkan dalam banyak kitab thabaqat sufi, dan di antaranya disebutkan Al-Munawi dalam Al-Kawakibud Durriyah dan Abdul Wahab Asy-Syarani dalam Ath-Thabaqatul Kubra. Abdul Wahab Asy-Sya’rani menyebutkan, “Setiap kali dia membutuhkan sesuatu dia mengatakan, “Duhai Tuhan, Duhai Tuhan, aku membutuhkan sesuatu.” Sebelum doanya selesai ditengadahkan, sesuatu yang diminta Imam Ja’far itu sudah ada di sampingnya.”

Al-Munawi memperkuat cerita keramat Imam Ja’far Ash-Shadiq, berdasarkan kesaksian dari Al-Laits bin Sa`ad yang bercerita, “Pada tahun 113 H, aku berhaji ke Makkah. Pada suatu hari setelah shalat ashar, aku naik ke puncak Jabal Abu Qubais. Tiba-tiba aku melihat seseorang ( Imam Ja’far Shadiq ) yang duduk bersimpuh sambil berdoa, “Ya Rabb, ya Rabb sampai (hampir) terputus nafasnya.” Kemudian berkata, “Ya Hayyu Ya Hayyu, sampai (hampir) terputus napasnya.” Kemudian dia berkata “Ilahi aku ingin buah anggur segar, maka berilah aku makan yang engkau ciptakan.” Al-Laits kemudian berkata: “Tatkala perkataannya telah selesai, aku melihat wadah yang penuh anggur”.

Sedangkan beberapa perkataan Imam Ja’far Ash-Shadiq dijadikan pegangan banyak ulama sufi, para pejalan di jalan Allah , dan para fakih, di antaranya disebutkan al-Munawi dan Abdul Wahab asy-Syarani,

“Tidak akan sempurna makrifat yang diketahui kecuali dengan tiga perkara, engkau mengecilkan dalam pandanganmu (amalanmu jangan dilihat terus menerus sebagai hal besar), engkau menyembunyikannya (dirimu dipendam dengan berbagai amal, wirid, dan tafakur), dan engkau menyegarkannya (selalu ingat untuk melakukan kebaikan)”

“Tidak ada musibah yang paling besar daripada kebodohan.”

“Barangsiapa yang bersahabat dengan sahabat pelaku kekejian atau keburukan, dia tidak akan selamat, barangsiapa yang masuk ke tempat keburukan, dia akan dituduh, barangsiapa yang tidak memiliki lisan (untuk terus berbicara), dia akan banyak melakukan penyesalan.”

“Saat dunia menghampiri seseorang, maka dunia akan memberinya kebaikan-kebaikan orang lain. Apabila dunia berpaling darinya dunia akan memotong/mencabut kebaikan-kebaikan dirinya.”

“Barangsiapa yang lambat rizkinya perbanyaklah istighfar.”

“Allah pernah berwahyu kepada dunia, agar melayani orang-orang yang melayani Allah , dan mempersulit orang-orang yang menjadi pelayan dunia.”

“Jika kamu melakukan dosa, maka perbanyaklah istighfar, karena kesalahan-kesalahan itu akan dikalungkan di leher seseorang sebelum diciptakan. Serusak-rusaknya suatu kerusakan adalah melanggengkan perbuatan dosa.”

Imam Ja’far Ash-Shadiq wafat di Madinah pada tahun 148 H, dengan meninggalkan banyak murid yang tersebar di banyak wilayah, baik dalam periwayatan hadist, fikih dan tarekat. Dalam hal tarekat, Imam Ja’far Ash-Shadiq selain dihubungkan dengan silsilah tarekat di atas, yang lebih dikenal adalah memberikan tarekatnya kepada Syekh Thoifur Abu Yazid Al-Busthami, juga dikenal memberikan tarekat Imam Ali kepada anaknya, yakni Syekh Musa Al-Kazhim dan diturunkan kepada Syekh Ali Ar-Ridha, dan diturunkan kepada Syekh Maruf Al-Karkhi dan seterusnya, sebagaimana tradisi ini dipercayai dalam silsilah Qadiriyah-Naqsyabandiyah.

Imam Ja’far Ash-Shadiq wafat tahun 148 H. (765 M.) Anak-anak beliau menurut kitab Syamsuzh Zhahirah ada 13 laki-laki dan 7 perempuan.


sumber : Kitab Suluk Raden Syair Langit Dan Ajaran Tarekat Thaifuriyah

CIRI-CIRI SIFAT SEORANG KESATRIA

 


CIRI-CIRI SIFAT SEORANG KESATRIA


Salah satu alasan kenapa seseorang di sebut Kesatria, itu karena mereka tetap bertahan di saat yang lain telah lari bersembunyi dari medan perang.

Terkadang seorang Kesatria dan pecundang itu memiliki perbedaan yang hanya terhalang sehelai keretas, Kesatria mati-matian memperjuangkan kemenangan, sedangkan pecundang mencari keuntungan dari kemenangan tersebut.

Seorang Kesatria itu bisa melihat setiap masalah bisa ditangani, karena itu ia akan berani menceburkan diri ke dalam bahaya sebesar apapun.

Seorang Kesatria tidak pernah bercita-cita menjadi pujaan manusia, tetapi perbuatannya, selalu diganjar dengan gelar Pahlawan.

Saat kondisi sedang bagitu kacau, beberapa Kesatria akan menjelma menjadi Pahlawan, tapi jauh lebih banyak dari mereka yang gugur dalam pertempuran, dan sebagian besar dari para pecundang, justru akan lebih banyak yg bertahan hidup.

Seorang Kesatria mampu melihat dirinya menderita selama bertahun-tahun, tapi tidak akan tega melihat seseorang menderita walaupun hanya dalam hitungan jam.

Engkau tak akan mampu mengajak seorang Kesatria untuk berprilaku tak jujur, karena jika engkau berhasil, sebenarnya engkau hanya berhasil menggoda orang-orang yang berpura-pura menjadi seorang Kestria, dan pada hakikatnya mereka itu hanyalah pecundang.

Seorang Kesatria akan menempa dirinya dengan ribuan hari pelatihan, karena jika tidak demikian, tidak mungkin mereka mampu bertahan dalam kondisi yg sangat menakutkan.

Bagaikan sebilah pedang, semakin keras ditempah semakin kuat pula pedang tersebut, begitulah para Kesatria memaknai penderitaan yang dialaminya.

Seorang Kesatria akan menjaga harga dirinya, biarlah semua hartanya menghilang, asal harga dirinya tetap terjaga, tetapi jika harga diri harus dilepas demi kebaikan banyak orang, maka ia akan memilih melepas harga dirinya tersebut.

Salah satu sifat seorang Kesatria adalah sifat yang dipenuhi dengan pengorbanan tingkat tinggi.

Orang yang bercita-cita menjadi seorang Kesatria, akan mempelajari sejarah dengan sebaik-baiknya, karena disitulah Guru-Guru mereka berada.

Jika anda tidak pernah mengeluh akan deritamu, maka anda memiliki salah satu ciri  sifat seorang kesatria.


sumber : Kitab Suluk Raden Syair Langit Dan Ajaran Tarekat Thaifuriyah

ADAB SEORANG MURID TERHADAP GURU

 


ADAB SEORANG MURID TERHADAP GURU


Jika seorang murid berakhlak buruk kepada gurunya, maka semua itu akan menimbulkan dampak yang buruk pula. 

Diantaranya hilang berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak dapat menyebarkan ilmunya.

Syare’atnya, Guru merupakan aspek besar dalam penyebaran ilmu, apalagi jika yang disebarkan adalah ilmu Agama yang mulia ini. Para pewaris Nabi, begitulah julukan mereka para pemegang kemulian ilmu Agama Allah.  Dan mereka itu memiliki derajat yang tinggi dihadapan Allah SWT.

Ketahuilah sedulur-sedulur, para pengajar Agama mulai dari yang mengajarkan iqra sampai para Ulama besar, mereka semua itu ada di pesan Rasulullah SAW.

Beliau ngadawuh,

“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak Ulama”.

(HR. Ahmad)

Tersirat dari kasauran Nabi Muhammad SAW, bahwa mereka para Ulama wajib di perlakukan sesuai dengan haknya. Akhlak serta adab yang baik merupakan kewajiban yang tak boleh dilupakan bagi seorang murid.

Para Ulama Salaf, adalah salah satu suri tauladan untuk manusia setelahnya. Karena mereka telah memberikan contoh dalam penghormatan terhadap seorang guru.

Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri ra berkata,

 “Saat kami sedang duduk-duduk di Masjid, maka keluarlah Rasulullah SAW, kemudian duduk di hadapan kami. Lalu pada saat itu, seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara”.

(HR. Bukhari).

Ibnu Abbas seorang sahabat yang ‘alim, mufasir Quran umat ini, seorang dari Ahli Bait Nabi pernah menuntun tali kendaraan Zaid bin Tsabit Al-Anshari ra dan berkata,

“Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan para Ulama kami”.

Berkata Abdurahman bin Harmalah Al Aslami,

“Tidaklah seorang berani bertanya kepada Said bin Musayyib, sampai dia meminta izin, layaknya meminta izin kepada seorang Raja”.

Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata,

 “Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Guruku Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya”.

Diriwayatkan oleh Al Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan,

“ Tawadhulah kalian terhadap orang yang mengajari kalian”.

Al Imam As Syafi’i berkata,

 “Dulu aku membolak balikkan kertas di depan Imam Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak mendengarnya”.

Abu ‘Ubaid Al Qosim bin Salam berkata, “Aku tidak pernah sekalipun mengetuk pintu rumah seorang dari Guruku, karena Allah berfirman,

Kalau sekiranya mereka sabar, sampai kamu keluar menemui mereka, itu lebih baik untuknya”.

(QS. Al Hujurat: 5).

Sungguh mulia akhlak mereka para suri tauladan kaum muslimin, tidaklah heran mengapa mereka menjadi Ulama besar di umat ini, sungguh keberkahan ilmu mereka buah dari akhlak mulia terhadap para gurunya.


sumber : Kitab Suluk Raden Syair Langit Dan Ajaran Tarekat Thaifuriyah

PERBEDAAN ULAMA SU DAN ULAMA UKHROWI

 


PERBEDAAN ULAMA SU DAN ULAMA UKHROWI


ULAMA PENJILAT ( SU )

Di riwayatkan dari Anas bin Malik ra,

Kebinasaan bagi umatku datang dari ulama su’ mereka menjadikan ilmu sebagai barang dagangan yang mereka jual kepada para penguasa, untuk mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Allah tidak akan memberikan keuntungan dalam perniagaan mereka itu.

(HR al-Hakim)

Sayidina Anas ra juga meriwayatkan,

Ulama adalah kepercayaan para Rasul selama mereka tidak bergaul dengan penguasa dan tidak asyik dengan dunia. Jika mereka bergaul dengan penguasa dan asyik dengan dunia maka mereka telah mengkhianati para Rasul. Karena itu, jauhilah mereka.

(HR al-Hakim)

Sayyidina Umar Bin Khoththob ra berkata,

“Sesungguhnya yang paling mengkhawatirkan, yang aku khawatirkan dari umat ini adalah para munafiq yang berilmu”

Para sahabat bertanya,

“Bagaimana orang munafiq tapi ia ‘alim?”

Sayyidina Umar menjawab,

“Mereka alim dalam lisannya tapi tidak dalam hati dan amaliahnya”

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW ngadawuh,

“ Barang siapa yang mempelajari suatu ilmu (belajar Agama) yang seharusnya diharap adalah ridho Allah, tetapi ia mempelajarinya hanyalah untuk mencari harta benda dunia, maka dia tidak akan mendapatkan wangi surga di hari kiamat.”

(HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad)

Rasulullah SAW ngadawuh,

Ingatlah, sejelek-jelek keburukan adalah keburukan ulama dan sebaik-baik kebaikan adalah kebaikan ulama.

(HR ad-Darimi)

Abu Hurairah ra. menuturkan hadis,

Siapa yang makan dengan (memperalat) ilmu, Allah MEMBUTAKAN KEDUA MATANYA (atau wajahnya di dalam riwayat Ad-Dailami), dan neraka lebih layak untuknya. (HR Abu Nu‘aim dan Ad-Dailami) .

Al Allamah Al-Minawi dalam Faydh al-Qadîr Syarah Jami’ Shogir dari Imam Syuyuthi mengatakan,

“Bencana bagi umatku (datang) dari ulama sû’, yaitu ulama yang dengan ilmunya bertujuan mencari kenikmatan dunia, meraih gengsi dan kedudukan. Setiap orang dari mereka adalah tawanan setan. Ia telah dibinasakan oleh hawa nafsunya dan dikuasai oleh kesengsaraannya. Siapa saja yang kondisinya demikian, maka bahayanya terhadap umat datang dari beberapa sisi. Dari sisi umat, mereka mengikuti ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatannya.

Ia memperindah penguasa yang mendzalimi manusia, dan gampang mengeluarkan fatwa untuk penguasa. Pena dan lisannya mengeluarkan kebohongan dan kedustaan. Karena sombong, ia mengatakan sesuatu yang tidak ia ketahui.”

(Faydh al-Qadîr)

Hujjatu Islam Imam Al-Ghazali mengingatkan,

“Hati-hatilah terhadap tipudaya ulama su’. Sungguh keburukan mereka bagi Agama lebih buruk daripada Setan. Sebab, melalui merekalah setan mampu menanggalkan Agama dari hati kaum mu’minin. Atas dasar itu, ketika Rasulullah SAW ditanya tentang sejahat-jahatnya makhluk, Beliau menjawab, “Ya Allah berilah ampunan.” Beliau mengatakannya sebanyak tiga kali, lalu bersabda, “Mereka adalah ulama su”.

Sedulur-sedulur yang diberkahi Allah, berhati-hatilah mencari guru, carilah orang-orang yang layak untuk di ikuti, mereka adalah Ulama Ukhrowi, warosatul Anbiyya, yang hidup untuk Agama, bukan hidup dari Agama.

Guru adalah wasilah agar kita sampai kepada Allah, maka jika kita salah mencari Guru, bukan Ulama yang lurus, maka kita tidak akan pernah sampai kepada Allah, melainkan kita akan semakin terjerumus dalam jurang kesesatan.

Seorang saliqin dalam melakukan perjalanan ruhaniyah agar sampai bermakrifat kepada Allah, maka syareatnya ia harus dibimbing oleh seorang Guru, yang dimana Guru itu adalah seorang Ulama yang lurus, bahkan harus sekelas Mursyid. Jika semua itu tidak kita capai, maka bukan Ma’rifatullah yang kita raih, justru kecelakaanlah yang akan menyiksamu, dunia dan akhirat.

Berthoriqoh lah dengan baik, jangan langgar aturan yang telah ditentukan, jangan totoriqohan, tapi berthoriqoh lah dengan thoriqoh yang benar, thoriqoh yang sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW, yang ajarannya terus berlanjut kepada para penerusnya yang lurus.


sumber : Kitab Suluk Raden Syair Langit Dan Ajaran Tarekat Thaifuriyah

PENGERTIAN UZLAH BIDAYAH DAN UZLAH NIHAYAH OLEH RADEN SYAIR LANGIT

 


UZLAH BIDAYAH DAN UZLAH NIHAYAH


Sedulur-sedulur yang diberkahi Allah, uzlah atau (mengasingkan diri). Adalah suatu perbuatan yg termasuk disukai Allah. Karena barangsiapa yang dapat melihat nyatanya akherat dengan mata hatinya, maka dengan sendirinya akan menginginkan akherat. Ia merindukan balasan keindahan yang kelak Allah SWT berikan dan segera menganggap hina kenikmatan dan semua kelezatan duniawi yang sebenarnya terus menipu.

Begitu pun seseorang yang berakal akan mengabaikan keindahan dunia kecuali sesuai dengan kebutuhannya. Bahkan seorang yang memahami akherat cenderung memalingkan dirinya kecuali demi kebenaran. Sehingga ia tidak menyibukkan diri untuk dunianya, melainkan sekedar untuk menguatkan dirinya agar bisa meniti jalan menuju akherat yang penuh ridha-Nya.

Dalam urusan uzlah, para ulama terbagi tiga saat memandang keutamaannya. Sebagian dari mereka ada yang mengutamakan uzlah dari pada bercampur dengan masyarakat. Sebagian lagi lebih mengutamakan bercampur dengan masyarakat. Sedangkan yang lainnya lagi memilih jalan pertengahan, atau dengan kata lain menentukan kapan ia harus bercampur dengan masyarakat dan kapan pula ia mesti ber-uzlah ( Konsep Madya Kanjeng Syekh Siti Jenar ).

Mereka yang memilih untuk ber-uzlah telah mendasarkan perbuatannya dengan dalil berikut,

“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, bersih dan tersembunyi”

(HR. Muslim)

Mereka yang memilih bercampur dengan masyarakat mendasarkan perbuatannya itu dengan dalil berikut,

“Orang yang bercampur dengan masyarakat dan bersabar menanggung gangguan mereka lebih baik daripada orang yang tidak bercampur dengan masyarakat dan tidak bersabar menanggung gangguan mereka”

(HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Sedangkan mereka yang memilih jalan pertengahan tentu mendasarkan perbuatannya pada kedua dalil di atas untuk kemudian diambil sebagai kesimpulan yang terbaik. Yaitu memilih kedua hal diatas lalu di pertimbangkan dengan penuh kesadaran diri. Mereka tidak berat kepada satu diantara kedua pandangan diatas, karena baginya keduanya tidak salah dan mendatangkan manfaat.

Jika seseorang ber-uzlah maka ia akan mendapatkan manfaat seperti dapat mencurahkan waktu untuk beribadah, mendekatkan diri kepada Allah SWT, merenung, mengoreksi diri, bermunajat kepada-Nya, serta memikirkan tentang kekuasaan-Nya. Dan semua itu hanya bisa maksimal dilakukan saat ia mau ber-uzlah atau memisahkan diri dari keramaian manusia.

Selain itu, ber-uzlah juga dapat menyelamatkan diri seseorang dari perbuatan maksiat yang biasa ia lakukan saat bercampur dengan orang lain, seperti riya`, gibah, zinah dan kecurangan. Bisa juga melepaskan seseorang dari kejahatan manusia. Bahkan ber-uzlah dapat pula menjaga diri dari pertikaian dan kerusuhan, atau melindungi Agama dari fitnah dan mara bahaya lainnya. Ia pun dapat membantu seseorang untuk melepaskan diri dari kejahatan manusia, bahkan mengajaknya untuk terus menghilangkan ketamakan dan menjauhkannya dari kebodohan.

Hati adalah cermin diri. Selama ia bersih dari debu dan karat, maka Cahaya Ilahi dapat memantul di atasnya. Dan saat Cahaya Ilahi telah memantul dari hati yang suci, tentu jalan kebenaran dapat diketahui. Sedangkan kebahagiaan adalah sesuatu yang pasti mengikat kehidupan.

Namun, bercampur dengan masyarakat juga sesuatu yang baik dilakukan. Ini merupakan perbuatan yang dulu terus dilakukan oleh Rasulullah SAW, bahkan hingga beliau wafat. Sebagaimana hadits berikut ini,

“Beliau (Rasulullah) mengunjungi orang sakit hingga di ujung Madinah”

(HR. At-Tirmidzi, Hakim dan Ibnu Majah)

“Beliau (Rasulullah) duduk bersama orang-orang fakir dan makan bersama orang-orang miskin”

(HR. Al-Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Majah)

“Beliau (Rasulullah) memuliakan orang-orang yang memiliki akhlak yang baik. Beliau mengambil hati orang-orang terhormat dengan berbuat kebajikan. Beliau menjalin silaturahim dengan kerabat beliau tanpa membeda-bedakan mereka”

(HR. Hakim)

“Tempat duduk beliau (Rasulullah) tidak dapat dibedakan dari tempat-tempat duduk para sahabat beliau, karena beliau duduk di tempat duduk terakhir yang masih kosong. Beliau paling sering duduk menghadap kiblat. Beliau selalu memuliakan orang yang masuk. Sampai-sampai kadang beliau membentangkan kain beliau sebagai alas duduk bagi orang yang tidak ada hubungan kekerabatan atau hubungan penyusuan antara ia dan beliau”

(HR. At-Tirmidzi dan Hakim)

Sehingga dengan mencermati hadits di atas, maka sikap dalam bercampur dengan masyarakat adalah tetap sebagai perbuatan yang baik, asalkan selama melakukan kontak dengan masyarakat itu seseorang dapat menjaga adab dan sopan santun. Karena setiap pribadi manusia telah di kodratkan sebagai diri yang berlaku sosial, atau dalam artian memang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Ia akan cenderung membutuhkan orang lain demi memenuhi kebutuhannya. Lalu mengapa pula kita menghindarinya tanpa alasan yang kuat dan benar? Padahal dengan bergaul dengan orang banyak, maka seseorang akan mengetahui perkembangan dunia dan bisa menyalurkan kebaikan, seperti membantu yang kesusahan atau memberikan nasehat , bahkan melakukan amar makruf nahi munkar. Tapi bila bercampur dengan masyarakat di rasa hanya dapat mendatangkan keburukan, maka lebih baik dihindari dengan penuh kebijaksanaan.

Rahmat Ilahi dicurahkan karena kemurahan dan kedermawanan-Nya. Ia akan abadi di terima, oleh hati yang siap menyambutnya dengan penuh semangat dan keikhlasan. Sehingga orang yang telah sadar, baik melalui dirinya sendiri atau pun melalui bantuan orang lain, akan mendapatkan kenikmatan yang tiada terkira. Ia juga akan memandang segala sesuatunya dari manfaat dan kerugiannya. Sehingga ia pun terus berjalan dalam langkah yang benar dan ada dalam ridha-Nya.

“Keselamatan adalah ketika rumahmu mencukupimu, kamu menahan lidahmu, dan kamu menangisi dosamu” (HR. At-Tirmidzi)

Sedulur-sedulur yang diberkahi Allah, dengan mencermati semuanya, maka bercampur dengan masyarakat adalah baik untuk dilakukan, sepanjang ia tidak melalaikan seseorang dari urusan yang menjadi ketentuan-Nya. Namun demikian, ber-uzlah pun amatlah baik untuk dilakukan. Terutama pada saat kini, dimana serangan dari tipu daya duniawi terus merangsek masuk ke dalam setiap lini kehidupan. Siapa saja dapat dengan mudah mengakses informasi dan gemerlapnya kesenangan duniawi. Sehingga jika tidak hati-hati, yang tertinggal hanyalah kemaksiatan dan perbuatan dosa yang kian menggunung.

Untuk itu, sudah saatnya kita sering ber-uzlah dengan penuh kesadaran demi kebaikan diri. Cukupkanlah setiap kebutuhanmu agar dapat menjalani kehidupan ini secara normal. Jangan berlebih-lebihan dalam menuruti setiap keinginan dari hawa nafsu, karena ia cenderung mengajakmu untuk melanggar semua aturan dan ketetapan-Nya. Abaikan saja dia bila telah merayumu untuk keluar dari jalan syari’at, sebagaimana peringatan Rasulullah SAW berikut ini,

“Orang yang paling mulia kedudukannya di sisi Allah dari kalian adalah orang yang paling lama menahan lapar dan merenung. Dan orang yang paling di benci oleh Allah adalah orang yang banyak tidur, banyak makan dan banyak minum”

(HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

“Berpakaianlah, minumlah dan makanlah setengah perut. Sesungguhnya hal itu adalah salah satu sifat kenabian” (HR. Dailami)

Uzlah Nihayah adalah raganya tetap bercampur dengan manusia, tetapi hatinya menghindar dari tipuan dunia.

Uzlah Bidayah adalah raga dan hatinya menghindar dari bercampur dengan manusai serta tipu muslihat dunia.

Dan Rasulullah SAW sering melakukan kedua uzlah tersebut.

Seseorang bertanya kepada Nabi, "siapakah manusia yang paling utama wahai Rasulullah?" Nabi menjawab, "Orang yang berjihad dengan jiwanya dan hartanya di jalan Allah". Lelaki tadi bertanya lagi, "lalu siapa?" Nabi menjawab: "Lalu orang yang mengasingkan diri di lembah-lembah, di gunung-gunung, demi untuk menyembah Rabb-nya dan menjauhkan diri dari kebobrokan manusia".

(HR. Al Bukhari 7087, Muslim 143).

Dawuhan Rasulullah SAW kepada Abdullah bin Amr Al-Juhani ketika ia berkata,

“Ya Rasullullah, bagaimana cara keselamatan itu?” Nabi SAW menjawab, “cukuplah engkau tinggal di rumahmu, rawatlah lidahmu (dari perkataan buruk), dan tangisilah dosamu.


sumber : Kitab Suluk Raden Syair Langit Dan Ajaran Tarekat Thaifuriyah

SEMBILAN PULUH SEMBILAN PITUAH DAN MUTIARA HIKMAH ABAH LEUWEUNGGEDE RADEN SYAIR LANGIT

 

SEMBILAN PULUH SEMBILAN PITUAH DAN MUTIARA HIKMAH

ABAH LEUWEUNGGEDE RADEN SYAIR LANGIT


1. Hirup saukur hirup, babi ge hirup neangan kadaharan, Jalma saukur jalma, bau nu aya lamun tujuan teu puguh mirupa, edan pikiran teu eling, pinanggih mangsa teu daek narima pepeling.

Cupar ukur karandap, jerona pangarti teu neurap ka diri, Mapay dipapay papay, neangan kahirupan anu kacumponan, Poho kana diri, pikiran poek katutup ciri. Ciri saukur ciri, di bolak balik teu pinanggih jeung harti. Logak geus ngajeuroan, tapi awak teu buru nyumponan. Memeh katalanjuran, mending beresan awak sorangan. Himeung ku mewahna dunya, baluweng mikiran pangaboga, sakabehna moal aya tungtungna, lamun fikir ukur mikiran anu fana.

Sajati ninggalkeun kahirupan, bakal kalampah kubalarea. Nu ingkar bakal cilaka, mulihna pinuh pilara. Nu eling pinanggih jeung bagja, mulih kanu Maha Suci dina kaayaan ridho Ilahi.

2. Pada hakikatnya, tiadalah warna di alam semesta ini, semuanya hanyalah ilusi. Sekalipun berlian, tiadalah warna didalam nya. Jika ada cahaya merah, maka berlian pun berwarna merah, jika ada warna hijau maka berlian pun akan berwarna hijau. Itulah dunia, seperti indahnya berlian, yang akan berwarna sesuai dengan yang mewarnainya.

3. Adanya kita karena berawal dari tiada, tiadanya kita karena ditiadakan oleh Yang Maha Ada. Ada karena di adakan, tiada karena di tiadakan. Yang mengadakan dan mentiadakan adalah Yang Maha Ada, yakni Allah ‘Azza Wa Jalla.

Latihlah dirimu agar mampu hidup didalam mati, mati didalam hidup, tiadalah hidup jikalau tak merasakan mati, tiadalah mati jikalau tak merasakan hidup, Ngelmuning roso, rosone sajatining urip.

Dzat Allah itu ada, mustahil Dia tiada. Bila menerima namun tak merasa, dusta lah kenyataan sebenarnya, bila menerima dan memang merasa, maka keyakinan haqiqi akan bersemayam didalam jiwa.

Aku mengenal-Nya, dengan sebenar-benarnya.

4. Tabir penutup kalbumu tak akan tersibak selama engkau belum lepas dari alam ciptaan dan isinya, dan tidak berpaling darinya dalam keadaan hidup selama hawa nafsumu belum pupus. 

Engkau harus mampu melepaskan diri dari kemaujudan dunia dan akhirat, agar jiwamu bisa bersatu dengan kehendak Allah SWT.

Jiwamu akan bersatu dengan kehendak Allah SWT dan mencapai kedekatan dengan-Nya, lewat pertolongan-Nya.

Makna hakiki bersatu dengan Allah SWT ialah berlepas diri dari makhluk dan kedirian atau keakuan, serta sesuai dengan kehendak-Nya tanpa gerakmu, yang ada hanya kehendak-Nya. Inilah keadaan fana dirimu, dan dalam keadaan itulah engkau bersatu denga-Nya, bukan bersatu dengan ciptaa-Nya.

5. “Bagi Allah itu ada beberapa rahasia yang diharamkan membukakannya kepada yang bukan ahlinya”.

“Aku memiliki dua cangkir yang berisikan ilmu pengetahuan, satu daripadanya akan aku tebarkan kepada kalian, akan tetapi yang lainnya bila aku tebarkan akan terputuslah sekalian ilmu pengetahuan.

“Kerusakan dari ilmu pengetahuan ialah dengan lupa, dan menyebabkan hilangnya ialah bila kamu ajarkan kepada yang bukan ahlinya.”

Mengupas Elmu Roso dan Elmu Sajatining Urip tanpa dasar keilmuan syare'at yg kuat, dan tarekat yg benar, akan menyebabkan gagal paham dan sesat menyesatkan.

Pelajarilah dahulu ilmu-ilmu syare’at untuk mendasarinya. Perbaikilah ibadah kalian, barulah kalian selami tentang hakekat dan ma’rifat melalui tarekat yang benar.

6. Orang yang bertasbih, sebenarnya bertasbih dengan rahasia kedalaman hakikat kesucian pikirannya, dalam wilayah keajaiban alam malakut dan kelembutan alam jabarut.

Sementara seorang salik, mereka bertasbih dengan dzikirnya dalam lautan qolbu. Sang murid bertasbih dengan qolbunya dalam lautan pikiran. Sang Pencinta bertasbih dengan ruhnya dalam lautan kerinduan. Sang Arif bertasbih dengan sirr-nya dalam lautan ghaib, dan orang shiddiq bertasbih dengan kedalaman sirr-nya dalam rahasia cahaya yang suci, yang beredar di antara berbagai makna Asma-Asma dan Sifat-sifat-Nya, disertai dengan keteguhan di dalam silih bergantinya waktu.

Dan dia yang hamba Allah bertasbih dalam lautan pemurnian dengan kerahasiaan Sirr Al-Asrar dengan memandang-Nya, dalam ke'baqo'an-Nya.

7. Diantara ciri seseorang adalah Walinya Allah, adalah dia manusia yang selalu menghadirkan Allah dalam hatinya, pada setiap detak jantung dan hembusan nafasnya.

Para wali Allah adalah Ahlullah, yakni hamba-hamba yang mendapatkan bimbingan dan penjagaan Allah, sekaligus tugas tertentu dari Allah.

Mengenai kedekatan dan hubungan khusus para wali dengan Allah, Rasullulah SAW ngadawuh, Sesungguhnya dari kalangan para hamba Allah ada segolongan orang yang bukan Nabi dan bukan pula syuhada, namun para Nabi dan para Syuhada berebut dengan mereka dalam kedudukan terhadap Allah”.

Wahai Rasullulah, ceritakan kepada kami siapa mereka itu dan apa amal perbuatan mereka. Sebab kami senang kepada mereka karena kedudukan mereka itu, kata para sahabat.

Baginda Nabi menjawab, “Mereka adalah kaum yang saling mencintai karena Allah, tidak atas dasar pertalian keluarga dan tidak pula karena harta. Demi Allah wajah mereka bercahaya terang. Mereka tidak merasa takut ketika semua orang takut, tidak merasa khawatir ketika semua orang merasa khawatir”.

Lalu beliau membaca Surat Yunus ayat 62,

“Ketahuilah, sesungguhnya para wali Allah itu tiada merasa takut pada mereka dan tidak pula merasa khawatir”.

8. Hidup ini akan terasa berat dan melelahkan bagi orang-orang yang mencari perhatian orang lain, atau banyak pengharapan dari selain Allah SWT.

كُلُّنَا اَشْخَاصٌ عَادِيٌّ فِي نَظْرِ مَنْ لاَ يَعْرِفُنَا

Kita semua adalah orang biasa dalam pandangan orang-orang yang tidak mengenal kita.

وَكُلُّنَا اَشْخَاصٌ رَائِعُوْنَ فِى نَظْرِ مَنْ يَفْهَمُنَا

Kita adalah orang yang menarik di mata orang yang memahami kita.

وَكُلُّنَا اَشْخَاصٌ مُمَيِّزُوْنَ فِى نَظْرِ مَنْ يُحِبُّنَا

Kita istimewa dalam penglihatan orang-orang yang mencintai kita.

وَكُلُّنَا اَشْخَاصٌ مَغْرُوْرُوْنَ فِى نَظْرِ مَنْ يَحْسُدُنَا

Kita adalah pribadi yang menjengkelkan bagi orang yang penuh kedengkian terhadap kita.

وَكُلُّنَا اَشْخَاصٌ سَيِّئُوْنَ فِى نَظْرِ مَنْ يَحْقِدُ عَلَيْنَا

Kita adalah orang-orang jahat di dalam tatapan orang-orang yang iri kepada kita.

لِكُلِّ شَخْصٍ نَظْرَتُهُ، فَلاَ تَتْعَبْ نَفْسَكَ لِتُحْسِنَ عِنْدَ الآخَرِيْنَ

Pada akhirnya, setiap orang memiliki pandangannya masing masing, maka tak usah berlelah-lelah agar tampak baik di mata orang lain.

يَكْفِيْكَ رِضَا اللّٰهُ عَنْكَ ، رِضَا النَّاسِ غَايَةٌ لاَ تُدْرَك

Cukuplah dengan ridha Allah bagi kita, sungguh mencari ridha manusia adalah tujuan yang takkan pernah tergapai.

وَرِضَا اللّٰهُ غَايَةٌ لاَ تُتْرَك ، فَاتْرُكْ مَا لاَ يُدْرَكْ ، وَاَدْرِكْ مَا لاَ يُتْرَكْ

Sedangkan Ridha Allah, destinasi yang pasti sampai, maka tinggalkan segala upaya mencari keridhaan manusia, dan fokus saja pada ridha Allah.

9. Urang mah areuweuh, nu aya didekeut urang oge euweuh, nu sok diudag-udag ku urang euweuh, nusagala dilakonan pikeun nyumponan kahayang syahwat jeung hawa nafsu, kabeh oge euweuh, nu aya mah ukur Allah.

Teu kudu ripuh-ripuh neangan anu eweuh, mending milari anu aya, nyaeta Gusti Sajatining Mulyo Allah 'Azaa Wa Jalla.

10. Pada umumnya, manusia berpaling dari hakekat kebenaran, dan menuju pada pernyataan-pernyataan semu. Melarikan diri dari Sang Pelindung, mengkhawatiri tanda-tanda yang tak jelas. Tujuan hidup mereka akhirnya terperdaya, dan justru jatuh pada jurang kesesatan. 

11. Berawal dari ketakjuban awal menuju pencerahan. Dari pencerahan menuju hakekat ketakjuban yang sebenarnya. Pada akhirnya kita akan menyaksikan Allah atas kehendak dari kesaksian yang diberikan oleh-Nya. Kita berpisah dan melepas segalanya. Yang tertinggal hanyalah Allah dan kitapun lebur karena sampai kepada-Nya. 

12. Memahami Agama itu harus masuk dari lingkaran luar dan lingkaran dalam. Jika kita memahami dari lingkaran luarnya saja, maka sampai kapanpun kita tidak akan pernah sampai pada keintiannya.

Orang yang menjangkau hanya sampai dilingkaran luar, maka mereka akan menyebutku dibawah pengaruh nafsu, dan mereka yang berdusta telah masuk kelingkaran dalam, maka mereka akan kusebut pemangku kesesatan. Kedua lingkaran ini harus diselami secara bersamaan, dan tiada dusta dalam penempuhannya, karena hanya akan menimbulkan kehawatiran-kehawatiran bagi dirinya dan bagi diri orang lain. 

13. Aku pernah ditanya tentang hakikat inti sajatining urip. Dan aku menjawabnya "Putuskanlah dirimu dengan penyirnaan diri ( fana ). Kalau tidak, engkau tidak akan pernah bisa mengikutiku".

14. Bagaimana bisa engkau menyebut Allah itu ada tapi sekaligus engkau merasa Dia tidak ada. Dan bagaimana mungkin engkau menganggap Allah itu nampak, namun padahal tidak nampak?

Jangan sampai engkau termasuk pada golongan orang-orang yang suka membohongi orang lain dan juga membohongi diri sendiri. 

15. Kosongkan dirimu dari khayalan semu, angkatlah tubuhmu dari manusia serta makhluk lainnya. Bicaralah tentang Dia sesuai dengan pengetahuanmu, dan keilmuan yang jelas dan mendasar. Tenggelamkan dirimu dalam lautan cinta kepada-Nya.

16. Aku rindu tapi aku tak mencarimu,

Aku ingin bertemu tapi aku tidak mendatangimu,

Aku ingin bicara tapi aku tak berani menghadapimu,

Semua itu karena aku tidak ingin kecewa,

Aku tidak ingin berjuang sendiri atas rasaku,

Aku hanya mencoba bertahan,

Sadar diri dan mencoba untuk tahu diri.

17. Ribuan orang pernah berhasil mendaki gunung tertinggi didunia yakni gunung himalaya. 

Dua belas orang pernah berhasil mencapai bulan, sesuatu yang sangat luar biasa. 

Tiga orang pernah sampai didasar lautan yang terdalam didunia. 

Namun hanya ada satu orang yang mampu bertahta dihatiku,

Yaitu Kamu.

18. Melaporkan dari kota Rancah Ciamis

Hujan masih air dan dia masih milik orang lain

Lubang lubang dijalan masih terisi genangan

Sementara hati masih terisi kenangan.

19. Jika engkau bisa mencintai, berarti engkau adalah manusia. Jika engkau bisa terluka, berarti engkau juga masih manusia. Tetapi jika engkau bisa mencintai saat engkau terluka, berarti engkau adalah malaikat.

20. Tentang hidup yang berkali-kali dimatikan, wajah yang selalu Bahagia namun hatinya terluka. Dia menaruh harapan terhadap yang semu, dan mati karena harapannya sendiri.

21. Hati wanita itu lebih rumit dari fisafat, dan lebih misterius dari tasawuf. Hati wanita itu tentang iya yang kadang berarti tidak, dan tidak yang terkadang berarti iya. Terkadang iya dan tidak memiliki makna yang rumit untuk diselami.

22. Jika engkau mencintai karena harta, maka harta ada habisnya, jika engkau mencintai karena rupa, maka kecantikan atau ketampanan ada tuanya. Tapi jika engkau mencintai karena Allah, cinta itulah yang akan mengantarkanmu pada kebahagiaan yang sejati. Mencintai manusia itu fana, mencintai Allah itu abadi. Jika engkau mencintai manusia, dasarilah karena Allah, agar engkau tidak terjebak didalam lautan kehampaan.

23. Tidak perlu fokus memikirkan orang yang membenci kita, karena masih banyak orang yang menyayangi kita.

Ketika orang lain membencimu tanpa alasan. Ingatlah ada Allah yang akan selalu mencintaimu tanpa alasan.

Hidupmu jauh lebih penting daripada mengurusi orang-orang yang hidupnya hanya dihabiskan untuk mengatur hidup orang lain.

Rumusnya sederhana, jika engkau disibukan untuk memikirkan cinta Allah Sang Maha Cinta, maka engkau akan mudah melupakan kebencian-kebencian yang dilontarkan sampah yang hidupnya tak jelas arah. 

Yang kita cari itu bukan ridho manusia, melainkan ridho Allah 'Azawajalla.

24.

قل متا ع الدنيا قليل ۚ وا لا خرة خير لمن اتقى

" Katakanlah, "Kesenangan di dunia ini hanya sedikit dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa".

"Waktumu didunia fana, bagaikan engkau mencelupkan jari di lautan samudra, air yang menetes dari jari itu adalah waktu dunia, sedangkan hamparan air dilautan samudera adalah waktu akhirat".

25. Seorang pembohong akan dibela oleh para pendusta, dikelilingi para penjilat, disanjung para penghianat, didukung para munafiq, dikendalikan oleh orang-orang licik. 

26. Seseorang itu gampang berubah pada tiga kondisi. Saat dekat dengan penguasa, saat memegang jabatan, saat mendadak kayak setelah miskin. 

Barangsiapa yang pernah mengalami ketiga hal itu, lalu tidak berubah pendiriannya, berarti dialah orang yang lurus."

Kasauran Sayidina Ali Karomallahuwajhah

27. Rasulullah SAW ngadawuh

"Barangsiapa yang bangun dipagi hari, namun hanya dunia yang dipikirkannya, sehingga seolah-olah dia tidak melihat haq Allah padanya,  maka Allah akan menanamkan empat penyakit pada dirinya. Kebingungan yang tiada putusnya, kesibukan yang tiada ujungnya, kebutuhan yang tidak terpenuhi, keinginan yang tidak tercapai"

( HR. Thabrani )

28. Akan ada masa dimana kamu akan lelah dengan semuanya, memilih mengalah dan tak meminta siapapun untuk memahami keadaanmu lagi. 

Kamu akan membiarkan kehidupan berjalan dengan sendirinya, tanpa banyak bicara dan banyak kata. 

Hanya tindakan yang akan membuat semua orang melihatmu berfikir bahwa kamu bahagia dan baik-baik saja. 

Hingga akhirnya kamu akan mengerti, bahwa itulah cara Allah untuk meningkatkanmu, bahwa hidup hanyalah tentang kepasrahan dan keikhlasan. 

29. Jika engkau telah mencapai usia 40 tahun atau lebih, dan berada pada suatu perangai atau sikap tertentu, maka engkau akan sulit berubah, dan itulah gambaran akhir kematianmu. 

Jadi jika dalam usia 40 tahun engkau masih menjadi manusia yang ingkar kepada Allah, masih suka dengan maksiat, masih malas dalam beribadah kepada Allah, maka itu adalah gambaran besar kelak kematianmu seperti itu.

Namun jika sebaliknya, di usiamu yang bahkan sebelum 40 tahun, engkau yang masih muda sudah mampu menjadi orang yang rajin dan ahli dalam beribadah, maka insyaAllah itu adalah gambaran kelak kematianmu, meninggal dalam keadaan khusnul khotimah.

30. Suatu hari nanti kamu tidak lagi berharap senang, melainkan berharap tenang. Memilih dimengerti, bukan lagi dicintai. Lebih peduli diterima, daripada dipuja. Pada saat itu kamu berada pada maqom kepahaman, bahwa hati bukanlah tentang kebahagiaan dunia, melainkan kebahagiaan hakiki tentang Dia Sang Maha Cinta yang selalu ada didalam jiwa tanpa terhalang jeda.

31. Berhati-hatilah jangan bersahabat dengan ketiga macam manusia ini. Pejabat Pemerintah yang kejam, ahli Quraan yang bermuka-muka, orang tasawuf gadungan yang pura-pura paham, padahal bodoh tentang hakikat tasawuf. 

Kasauran Syekh Sahl bin Abdullah

32. Jangan pernah merasa engkau adalah orang penting dikehidupan orang lain. Ingat, sekarang engkau bisa saja dianggap berharga, tapi esok, tidak menutup kemungkinan engkau akan dianggap tidak berguna. 

33. Sejatinya, kita tidak pernah kehilangan apapun, karena hakekatnya kita tidak memiliki apapun.

Allah SWT berfirman,

Milik-Nyalah apa-apa yang ada dilangit, dan apa-apa yang ada dibumi, dan apa yang ada diantara keduanya, dan apa yang ada dibawah tanah.

( QS. Thoha Ayat 6 )

34. Adakalanya kita menangis, asalkan air mata yang menetes itu engkau curahkan kepada yang Maha Memiliki kita, yakni Allah ‘Azza Wa Jalla, maka setiap tetesan air mata yang mengalir, kelak akan menjadi saksi, bahwa engkau adalah hamba yang lemah, yang selalu memasrahkan segala sesuatunya hanya kepada Dia Sang Maha Cinta yakni Allah SWT.

35. Hidup ini tentang apa yang kita jalani, bukan tentang apa yang mereka komentari.

36. Untuk Guru-Guruku tercinta. Jika kelak Kalian berada di surga, dan Kalian tidak menemukanku disana, maka semoga kalian berkenan mengajak murdimu ini Bersama kalian ke surga-Nya.

37. Kalian memang bebas mengatur hidup kalian, tapi ingat, ada Allah yang mengatur hidupku, hidup kita, dan hidup kalian.

38. Jangan pernah mencoba membungkam kebenaran, karena pada saatnya tiba, kebenaran itu akan membakar siapa saja yang mencoba menghalanginya. Tidak ada keabadian bagi kedholiman.

39. Ketika dalam sebuah perjuangan terdapat tantangan yang besar, berarti keberhasilan yang menanti akan lebih besar. Saat kita melakuan sesuatu namun gagal, berarti kita mendapatkan hikmah didalam kegagalannya. Jika tidak melakukan apa-apa, artinya kita kalah oleh rasa takut.

Banyak orang yang tidak bertindak apa-apa karena takut akan gagal. Padahal tidak bertindak sama sekali adalah kegagalan yang jelas-jelas sudah terjadi.

Sakit didalam perjuangan itu hanya sementara, namun jika menyerah sebelum berjuang, rasa sakit itu akan terasa selama-lamanya.

Perjuangan itu bukan proses penderitaan menuju tujuan, tetapi proses memantaskan diri untuk meraih tujuan itu sendiri.

Perjuangan adalah sesuatu yang dibutuhkan dalam hidup, jika Allah membiarkan hidup tanpa hambatan dalam perjuangan, justru itu akan melumpuhkan kita. Karena kita akan senantiasa sombong dengan segala kemudahan, hingga akhirnya jatuh dan kalah berantakan.

Tetaplah berwibawa, tak angkuh dan jumawa, meski terkadang diri harus kecewa, sebab ia tengah dididik untuk jadi istimewa.

40. Hidup itu seperti catur, kita tidak tahu langkah apa yang akan kita hadapi didepan.

41. Janganlah mudah terkesima dengan seseorang yang engkau nilah hanya dari ucapannya ataupun tulisannya, sehingga engkau menyimpulkan bahwa orang itu adalah manusia yang luar biasa. Jangankan hanya baru sekedar rangkaian kata-kata indah bak mutiara yang dirangkai melalui ucapan ataupun tulisan, walaupun engkau telah melihat seseorang yang diberikan perkara luar biasa, sampai-sampai dia mampu terbang diatas udara, ataupun berjalan diatas air, maka janganlah tertipu dengannya, sebelum engkau dapat melihat kesungguhannya dalam melaksanakan perintahan Allah, dan menjauhi larangan-larangan-Nya, dan juga dalam menjaga Batasan-batasan hukum Allah.

42. Ibadah tanpa ilmu adalah sesat, ilmu tanpa amal adalah kesia-siaan, amal tanpa khusyu’ adalah kerugian.

Ya Allah, sungguh aku memohon perlindungan kepada-Mu, dari kebodohan yang menyesatkan, ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’ amal perbuatan yang tidak diterima disisi-Mu, dan do’a yang tidak engkau ijabah.

43. Manusai itu diberikan dua mata oleh Allah, maka jangan sampai engkau menilai orang lain dengan telingamu.

Nilailah manusai dengan apa yang engkau lihat, bukan apa yang engkau dengar.

44. Orang yang ingin dihargai orang lain adalah orang sombong, namun saling menghargai dengan orang lain adalah budi pekerti.

45. Ahli ilmu itu banyak, yang sedikit itu ahli dzikir. Ahli dzikir itu tukang dzikir, tapi tukang dzikri belum tentu ahli dzikir.

46. Ahli bicara itu banyak, yang langka itu ahli amal, yang dimana apa yang dia ucapkan sesuai dengan amalnya.

47. Jangan sekali-kali memisahkan antara ilmu syareat dan ilmu hakekat. Jangan sekali-kali memisahkan Ulama syareat dan Ulama hakekat. Syareat tanpa hakekat adalah kesia-siaan, dan hakekat tanpa syareat adalah zindiq.

Jika aku menghadapi keangkuhan Ulama su yang paling merasa hakekat, maka aku akan menjadi Sunan Kalijaga, sedangkan bila aku menghadapi keangkuhan Ulama su yang paling merasa syareat, maka aku akan menjadi Syekh Siti Jenar.

Ngelmuning Sakti Kanjeng Syekh Sunan Kalijogo, Rosone Matih Kanjeng Syekh Siti Jenar.

48. Abah Raden Syair Langit ditanya tentang seperti apakah Wali Allah itu?

Abah menjawab, “Wali Allah itu ibadahnya semakin luar biasa, berbeda dengan manusia biasa, jangankan yang wajib, yang sunnah pun serasa wajib. Jadi tidak ada Wali Allah yang menyepelekan urusan-urusan wajib seperti sholat.

Kalau kalian menemukan orang yang disebut Wali atau ngaku-ngaku Wali tetapi meninggalkan sholat atau perkara-perkara lainnya yang diwajibkan oleh Allah, maka itu bukan Wali Allah, tetapi Wali Setan.

Maha Guru Mursyid kami di Tarekat Thaifuriyah, yakni Kanjeng Syekh Thoifur bin Isa bin Surusyan Abu Yazid Al-Busthami adalah pelaku amal ibadah yang luar biasa, jangankan sholat wajib, sholat sunnah tahajudnya-pun semenjak dari usia tujuh tahun tidak pernah putus semalam seratus roka’at.

Ucapan seorang Wali adalah hikmah, diamnya adalah tafakkur, penglihatannya adalah pelajaran dan amalnya adalah kebaikan.

49. Seorang ulama berkata,

”Tanda orang yang arif dan bijak itu ada enam. Apabila ia menyebut nama Allah, ia merasa bangga. Apabila menyebut dirinya, ia merasa hina. Apabila memperhatikan ayat-ayat Allah, ia ambil pelajarannya. Apabila muncul keinginan untuk bermaksiat, ia segera mencegahnya. Apabila disebutkan ampunan Allah, ia merasa gembira. Dan apabila mengingat dosanya, ia segera beristighfar.”

(Kitab Tanbihul Ghafilin)

50. Para hamba Allah yang gila karena kecintaannya kepada Sang Maha Cinta ber-syair,

"Sejatinya, merekalah manusia yg tak mengenal Allah yg gila, mereka melihat kami gila, karena mereka gila dan tak sampai kepada maqom kami. Mereka yg gila yg jauh dan tak merasakan cinta bersama Sang Maha Cinta, yakni Allah 'Azza Wa Jalla. pada akhirnya hakikat kepahaman menjadi petuah yg harus ditempah. Kalian melihat kegilaan dari kegilaan kalian, sedangkan kami melihat kegilaan dari kewarasan kami".

51. Jika engaku ingin membuang keangkuhan, dan merasa diri paling baik, maka lakukanlah hal-hal ini.

Jika engkau bertemu dengan seseorang, maka yakinilah bahwa dia lebih baik darimu. Ucapkan dalam hatimu,

“Bisa jadi kedudukannya di sisi Allah jauh lebih baik dan lebih tinggi dariku”.

Jika bertemu anak kecil, maka ucapkanlah (dalam hatimu),

“Anak ini belum bermaksiat kepada Allah, sedangkan diriku telah banyak bermaksiat kepada-Nya, dia tentu lebih baik dariku”.

Jika bertemu orang tua, maka ucapkanlah (dalam hatimu),

“Dia telah beribadah kepada Allah jauh lebih lama dariku, dia tentu lebih baik dariku”.

.Jika bertemu dengan seseorang yang berilmu, maka ucapkanlah (dalam hatimu),

“Orang ini memperoleh karunia yang belum tentu kuperoleh. Dia beribadah dengan ilmunya, sedangkan aku beribadah dengan kebodohanku. dia tentu lebih baik dariku”.

.Jika bertemu dengan seseorang yang bodoh, maka katakanlah (dalam hatimu),

“Orang ini bermaksiat kepada Allah karena kebodohannya, sedangkan aku bermaksiat kepada Allah, padahal aku mengetahui akibatnya. Dan aku tidak tahu bagaimana akhir umurku dan umurnya kelak. dia tentu lebih baik dariku”.

.Jika bertemu dengan orang kafir, maka katakanlah

( dalam hatimu ),

“Aku tidak tahu bagaimana keadaannya kelak, bisa jadi di akhir usianya dia memeluk Agama Islam dan beramal sholeh. Dan bisa jadi di akhir usia, diriku kufur dan berbuat buruk, dia tentu lebih baik dariku”.

Jika bertemu dengan orang kaya, maka katakanlah

( dalam hatimu ),

“Dia banyak bersodaqoh karena dia kaya, sedangkan sodaqohku sedikit karena aku miskin, dia tentu lebih baik dariku”.

Jika bertemu dengan orang miskin, maka katakanlah

( dalam hatimu ),

“Hisaban dia kelak pasti sedikit karena dia miskin, sedangkan hisabanku kelak pasti lama karena aku kaya, dia tentu lebih baik dariku”.

52. Saya pernah diberikan salah satu petuah oleh salah satu Guruku, “Tidak perlu repot-repot menjaga nama baik, lebih baik menjaga amal baik”.

53. Mengapa anak Adam harus berlaku sombong, padahal awalnya tercipta dari air mani yang hina dan akan berakhir menjadi bangkai.

54. Bergaulah dengan manusia dengan pergaulan yang jika kalian meninggal, maka mereka akan menangisimu, sedang jika kamu berada ditengah-tengah mereka, mereka selalu akan merindukanmu.

55. Jangan kau harap kejernihan hubungan dari orang yang kau cemari dirinya, dan jangan kau mengharapkan tepatnya janji dari orang yang pernah kau tipu.

56. Orang yang paling tidak tenang dan selalu sulit hatinya adalah orang yang mempunyai sifat pendendam.

57. Hati-hatilah bersahabat dengan orang yang kikir karena dia tidak akan membantumu dengan hartanya disaat engkau sangat membutuhkannya.

58. Hati-hatilah berteman dengan seorang pembohong karena dia laksana fatamorgana, mendekatkan sesuatu yang jauh padamu dan menjauhkan sesuatu darimu terhadap sesuatu yang dekat.

59. Barangsiapa yang belum mengetahui tentang apa yang harus dicari, maka dia tidak akan mengetahui darimana sumber pencariannya.

60. Dunia itu bagai pasar, ada yang beruntung ada yang merugi.

61. Yang lebih baik dari kebaikan adalah pelakunya. Yang lebih indah dari keindahan adalah pembicaraannya. Yang lebih unggul dari ilmu adalah pemiliknya. Yang lebih jelek dari kejahatan adalah penyebabnya dan yang lebih dahsyat dari bencana adalah pelakunya.

62. Bangun malam akan menambah lezatnya tidur dan lapar akan menambah lezatnya hidangan.

63. Orang yang bersyukur akan suatu nikmat, maka akan lebih merasa bahagia dengan rasa syukurnya dibanding dengan nikmat yang diterimanya. sebab nikmat itu hanya kesenangan, sedangkan syukur adalah suatu nikmat yang sekaligus dapat pahala.

64. Manusia didunia berjaya dengan hartanya, sedangkan manusia Berjaya diakhirat dengan amalnya.

65. Hikmah itu tidak berguna bagi orang yang memiliki sifat jahat.

66. Orang yang keras kepala hanyalah akan menjadi budak dirinya. Sedangkan orang yang bodoh akan menjadi budak lisannya.

67. Orang yang mengasihanimu dan yang memberikan pendapat atau petuah baik bagimu, maka ikutilah dia.

68. Barang siapa yang memuji orang yang tidak pantas dipuji, pujian yang bukan pada tempatnya, maka sama dengan tuduhan yang tidak ada buktinya.

69. Kebaikan itu ada tiga perkara, penglihatan, diam dan pembicaraan. Setiap pembicaraan yang tidak ditujukan untuk mengambil ibrah (pelajaran) adalah kesia-siaan. Sedangkan pembicaraan yang bukan dzikir, itu juga adalah kesia-siaan. Dan diam yang tidak disertai pemikiran adalah kelalaian. Maka beruntunglah orang yang pandangannya ditujukan untuk mengambil ibrah, diamnya karena berpikir dan pembicaraannya berisikan dzikir, sembari menangisi dan menyesali kesalahannya serta enggan mengganggu orang lain.

70. Harga dirimu akan tetap terpelihara, sedang yang akan merusaknya adalah permintaan (mengemis), oleh karena itu perhatikan kepada siapa kamu mencucurkan air matamu itu.

71. Dunia itu laksana ular yang berbisa, yang licin dan lembut sentuhannya, namun bisa (racunnya) dapat mematikan. Orang yang bodoh akan terpesona dengannya, sedang orang yang berakal akan berhati-hati darinya.

72. Orang yang berdoa tanpa disertai perbuatan (amal), bagaikan orang yang memanah tanpa busur.

73. Hati itu bagaikan bejana, bejana yang baik akan menampung dan menjaga isinya.

74. Hati-hatilah dari merasa senang ketika berbuat dosa, sesungguhnya yang senang ketika berbuat dosa lebih jelek dari pada perbuatan dosanya itu sendiri.

75. Jangan banyak berdebat agar tidak kehilangan wibawamu, dan jangan banyak bercanda agar kalian tidak dikurang ajari.

76. Tidak akan mengetahui hakikat nikmat kecuali orang yang bersyukur. Dan tidak akan bersyukur kecuali orang yang arif (mengerti akan besarnya nikmat).

77. Sederhana ada timbangannya, jika berlebihan itu namanya kekikiran. Dan keberanian itu juga ada ukurannya, jika melebihi batas, itu namanya sembrono.

78. Hari itu ada tiga. Hari yang berlalu dan tidak akan kembali lagi. Hari ini, maka carilah keuntungan perbuatan baik darinya. Dan hari esok yang masih merupakan angan-angan dan harapan yang disertai niat untuk berbuat baik. 

79. Sifat kesombongan yang ada pada seseorang hanya akan menambah kehinaan bagi penyandangnya. Andai yang ada ditanganmu itu biji-bijian, kemudian manusia berkata (tentang yang ditangannya) bahwa itu adalah permata, maka kata-kata itu tidak akan ada manfaatnya bagimu, sebab engkau mengetahui bahwa itu hanya biji-bijian. Dan andai yang ada ditanganmu itu permata, lalu manusia berkata itu hanya biji-bijian, maka kata-kata itu juga tidak akan bermudharat (berakibat jelek) padamu, sebab engkau tahu bahwa itu adalah permata.

80. Setiap sesuatu ada dalilnya, dan dalilnya orang yang berakal adalah tafakur, sedang dalil bahwa dia bertafakur yaitu diam.

81. Barangsiapa hari ini sama dengan kemarin maka ia telah merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih jelek dari kemarin maka ia telah celaka. Dan barangsiapa yang tidak mengetahui apakah ada tambahan kebaikan untuk dirinya, maka ia telah berada dalam kekurangan. Dan barangsiapa yang berada dalam kekurangan, maka matinya lebih baik daripada hidupnya.

82. Orang yang berakal tidak akan berbicara dengan orang yang mendustakannya, dan tidak akan meminta kepada orang yang akan menolaknya, serta tidak akan berjanji pada orang atas sesuatu yang tidak disanggupinya, dan tidak akan berbuat hal-hal yang akan merusak harapannya, serta tidak akan memikul hal-hal yang tidak sanggup memikulnya.

83. Kenyamanan menikmati rasa cinta dengan Allah itu bisa dirasakan bila diantaranya sudah tidak ada kaitan buruk apapun dengan makhluk. Karena bila masih ada, sampai kapanpun, engkau tidak akan menikmati ma’rifatullah walau hanya seteguk. 

Dosa sebesar gunung ataupun sehampar lautan, pasti Allah akan ampuni, selagi engkau taubatanasyuha, tetapi jika engkau punya kaitan buruk dengan makhluk, maaf, walaupun engkau mati syahid, maka dosamu tidak akan Allah ampuni sebelum beres urusanmu dengan makhluk itu sendiri. 

Dawuh Kanjeng Nabi Muhammad SAW,

sebaik-baiknya manusia adalah yang mengasingkan diri dilembah-lembah, dibukit-bukit, dan di gunung-gunung. Agar mereka lebih mentashorufkan hidupnya hanya untuk Allah. 

Mereka menjaga lisan, sikap dan juga mereka menjaga nafsunya agar tidak semena-mena terhadap haq dan milik orang lain. 

Oleh karena itu mereka lebih baik ber-uzlah bidayah untuk menjaga apapun agar tidak ada yang memberatkan hisabannya kelak dihadapan Allah.

Namun jikalau engkau mampu, maka ber-uzlah nihayah lah. Engkau mengasingkan diri, namun ragamu tetap berada dikeramaian, untuk selalu menjaga umat, dan tidak meninggalkan mereka, agar mereka tidak tersesat keluar dari jalan Allah.

84. Jika engkau melihat manusia berlomba-lomba mengerjakan yang bukan kewajiban mereka, maka sibukanlah dirimu dengan menyempurnakan kewajibanmu.

Jika engkau melihat manusia berlomba-lomba dalam urusan dunia, maka sibukkanlah dirimu dengan urusan akhirat.

Apabila manusia sibuk mengurusi aib (cela) orang lain, maka uruslah aibmu sendiri.

Jika manusia saling memperindah dunianya, maka hiasilah akhiratmu.

Dan jika engkau melihat manusia sibuk dengan memperbanyak amal, maka beramalah yang ikhlas.

Dan ketika engkau melihat manusia menjadikan makhluk sesembahannya, maka jadikanlah Allah sebagai sesembahanmu.

85. Jangan berharap kepada manusia, karena engkau hanya akan mendapatkan kehampaan. Tetapi berharaplah hanya kepada Allah, karena Dia akan memberikan yang terbaik untukmu.

“dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”

(Q.S. 94:8)

86. Bila ada ataupun banyak orang-orang yg menyakitimu, mencibirmu, bahkan memfitnahmu, biarlah, biarkanlah, tutuplah matamu, tutuplah telingamu, dan sibukanlah dirimu dengan apapun yg menjadi nilai ibadah dimata Allah.

87. Allah menyembunyikan Ridha-Nya di dalam perbuatan taat seseorang kepada Allah, maka jangan sekali-kali meremehkan atau menghina perbuatan taat seseorang, karena banyak sekali ketaatan seseorang yang diremehken, justru itu yang diridhai oleh Allah. Sesungguhnya kita semua tidak tahu taat siapa perbuatan taat kita yang bagaimana, dan yang seperti apa yang di terima oleh Allah.

88. Allah menyembunyikan murka-Nya di dalam kemaksiatan menusia kepada Allah, maka jangan sekali-kali meremehkan kemaksiatan sekecil apapun, karena seringkali kemaksiatan yang diremehkan justru yang di murkai Allah.

89. Allah menyembunyikan kekasih-Nya di antara makhluk-makhluk-Nya, maka jangan pernah menghina seseorang dari makhluk-Nya, walaupun menurut kita remeh ataupun hina, karena banyak manusia yang tidak di perdulikan manusia lainnya, ternyata justru merekalah yang disayangi dan dikasihi oleh Allah SWT.

90. Banyak ilmu bagaikan mutu manikam, seandainya aku sebar luaskan bukan pada maqomnya, niscaya orang-orang akan menganggapku gila dan sesat. Ilmu itu adalah apa yang pernah kita selami dalam perjalanan ruhaniyah menuju Allah, yang dimana sebagian diantaranya tidak boleh disampaikan kalau bukan pada tempatnya.

91. Kerusakan dari ilmu pengetahuan ialah dengan lupa, dan menyebabkan hilangnya ialah bila anda ajarkan kepada yang bukan ahlinya dan bukan pada tempatnya.

92. Mengupas Ngelmuning Roso Rosone Sajatining Urip tanpa dasar keilmuan syare'at yg kuat, dan tarekat yg benar, akan menyebabkan gagal paham dan sesat menyesatkan.

93. Jika ajaran kami dan para pendahulu kami disebut mengaku Allah, maka pertanyaannya adalah apa yang kami akukan?

Jangankan mengaku Allah, mengakui diripun kami tidak mampu.

Kami, kalian, dan seluruh alam semesta beserta isinya ini pada hakikatnya tidak ada, karena yang ada hanyalah Allah.

Pengakuan itu hanya ada bagi yang menganggap dirinya ada, sedangkan kami telah melepaskan keakuan itu.

Kita ini berasal dari Allah, untuk Allah, dan kembali lagi kepada Allah.

Segala sesuatu ini terjadi hanya atas kehendak-Nya, dan tidak ada satupun yang terjadi atas kehendak kita.

Bagi kami Allah adalah segalanya. Kecintaan kami kepada-Nya tidak akan terukur oleh tingginya gunung dan luasnya samudera.

Wahai Sang Maha Cinta Gusti Sajatining Mulyo Allah 'Azza Wa Jalla, jangan biarkan kami tenggelam lagi didalam lautan kehampaan yang fana ini.

94. Hati itu ibarat Ibu Kota Sebuah Negara, jika Ibu Kotanya hancur, maka Negara-pun ikut hancur. Begitulah juga dengan hati manusia, jika hati rusak dan sakit, maka badan akan ikut rusak dan sakit.

Marodhul qulub bisa menyebabkan marodhul abdan, sedangkan marodhul abdan tidak menjadikan marodhul qulub.

95. Seharusnya manusai memiliki pola dan cara ini agar mereka bisa mengenal Allah.

Buatlah dirimu tergila-gila, dan keedanan kepada Gusti Sajatining mulyo Allah ‘Azza Wa Jalla.

96. Selama ini kita sering mendengar sebuah pepatah lama yang mengatakan bahwasannya tidak ada ilmu penutup. Saya benarkan itu jika dilihat dari sudut pandang syare’at. Tetapi dalam sudut pandang hakekat, ilmu itu ada penutupnya, yaitu ilmu seseorang ketika dia sudah berhasil mendalami konsep ajaran Kullu syaiin halikun illa wajhah ( Al- Qoshos ayat 88 ), saat dia mampu memahami, mendalami, dan mampu menjalankan ajaran itu.

97. Jika engkau ingin menghadiri Majelisku, maka jangan mencariku, tapi carilah Allah, karena saat tujuanmu adalah mencariku, engkau hanya akan tenggelam didalam lautan kehampaan. Tetapi jika yang engkau cari itu adalah Allah, maka engkau akan tenggelam didalam lautan kebahagiaan.

Aku hanyalah bangkai yang diberikan nyawa oleh Allah, yang tidak akan pernah bisa memberikan manfaat sedikitpun, kecuali manfaat itu diberikan atas kehendak Allah.

98. Terkadang kita disuguhi dengan pemikiran yang menyebutkan bahwa Ma’rifat kepada Allah itu adalah sulit. Padahal Ma’rifatullah itu tidaklah sulit, yang sulit itu adalah pola pikiranmu yang selalu menyulitkan perkara yang padahal tidak sulit. Dan engkau menolak untuk berupaya dengan jalan dan cara yang sudah diajarkan oleh ahli-ahli ma’rifat itu sendiri.

99. Ya Allah, jadikanlah dunia ini kecil dihadapan kami, dan biarkanlah hanya nama-Mu yang bertahta dihati kami”.

Sesungguhnya kami sadar, bahwa segala sesuatu itu akan rusak, binasa, kecuali Dzat Gusti Sajatining Mulyo Allah ‘Azza Wa Jalla.


اَللّٰهُمَّ اجْعَلْ هَذَااْلعَالمَ َصَغِيْرًا اَ مَامَنَا وَدَعْ اِسْمَكَ يَقِفُ  دَائِمًافِيْ قُلُوْ بِنَا, كُلُّ شَيْءٍ هَاِلكٌ اِ لاَّ وَجْهَهُ


sumber : Kitab Suluk Raden Syair Langit Dan Ajaran Tarekat Thaifuriyah


Film Kolosal Prahara Keris Jala Sutra ( the series ) Karya Raden Syair Langit

  Sebuah karya film berjudul Prahara Keris Jala Sutra ( the series ) yang akan ditayangkan setiap hari jumat siang di channel youtube Lawang...